Monday, December 24, 2007
Semarang (ANTARA News) - Perkembangan paham aliran yang dianggap menyimpang atau sesat di Jawa Tengah (Jateng) belakangan ini meningkat pesat, sehingga masyarakat perlu mewaspadai aliran tersebut.
"Hampir semua wilayah di Jateng bermunculan pandangan mengenai aliran yang dinyatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyimpang (sesat)," kata Gubernur Jateng, Ali Mufiz, seusai acara Silaturahmi Gubernur dan Muspida Plus dengan Ulama se-Jateng di, di Semarang, Minggu.
Menurut dia, bentuknya belum sampai pada gerakan. Namun masih sebatas lontaran pemikiran maupun wacana. Tetapi jika tidak dilakukan antisipasi bisa berpotensi pada perpecahan.
Daerah yang memiliki potensi perkembangan pemikiran aliran sesat, antara lain Kabupaten Banyumas, Sukoharjo, Karanganyar, Pekalongan, dan Pati, katanya pada pertemuan yang dihadiri Ketua MUI Pusat K.H. Sahal Mahfudh, Kapolda Jateng Irjen Dody Sumantyawan, Ketua DPRD Murdoko, dan sejumlah ulama.
Ia mengungkapkan, jika gejala berkembangnya pandangan baru tentang keyakinan tidak dilakukan penyikapan-penyikapan, maka bisa menjadi potensi kegelisahan di tengah masyarakat sehingga jika dibiarkan bisa mengancam iklim kondusif di Jateng.
Menyinggung adanya kekerasan yang mengatasnamakan agama berupa aksi perusakan oleh massa terhadap komunitas Ahmadiyah di Kuningan Jawa Barat yang bersamaan dengan Iduladha 1428 H, Gubernur Jateng menyatakan, hal itu merupakan fenomena yang terkait dengan konflik keyakinan dan soal kekerasan keberagamaan.
"Kekerasan keberagaman di Jateng tidak ada, tetapi ada tanda-tandanya berupa lontaran pemikiran. Saya berharap munculnya pandangan baru tidak boleh dipandang sebagai kejahatan karena masih dalam sebatas wacana," katanya.
Sementara itu, Ketua MUI Jateng, Ahmad Darodji, menyatakan bahwa dengan adanya pertemuan ini menunjukkan ada langkah yang seirama antara MUI dengan Muspida Jateng.
"MUI berharap penyikapan terhadap adanya wacana aliran sesat dilakukan dengan cara persuasif," katanya.
Terkait rencana akan diadakannya acara istighasah pada tanggal 25 Desember 2007 di Kabupaten Sragen, baik Gubernur Jateng maupun MUI Jateng menghimbau, agar kegiatan itu dipertimbangkan ulang.
Ali Mufiz mengatakan, istighasah merupakan upaya berdoa kepada Tuhan untuk meminta keselamatan, namun jika dilaksanakan berbarengan dengan perayaan Natal umat Nasrani, maka dikhawatirkan bisa menimbulkan salah tafsir.
Pertemuan itu merekomendasikan sejumlah poin, di antaranya ulama berperan sebagai perekat, pelayan, dan panutan umat.
"Termasuk meningkatkan amal Islami dan citra diri yang baik. Sementara bagi pemerintah, agar melakukan langkah konkrit dengan pendekatan dialogis, persuasif, dan penegakan hukum secara tegas serta adil," katanya menambahkan. (*)
Source
Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.
Labels: News, Religion (Agama), Sosial Politik
0 comments:
Post a Comment