Friday, November 9, 2007
KEBERADAAN listrik menerangi negara kita, Sabtu (27/10) ini sudah genap berusia 62 tahun. Tentu saja sepanjang usia itu, perjalanan telah dilalui dengan banyak tantangan dan rintangan. Perusahaan Listrik Negara (PLN), perusahaan yang mengurusi listrik ini pun sempat terseok-seok, termasuk pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi dan awal menggilanya harga minyak dunia.
PETUGAS melayani pelanggan di PLN Bandung Utara. Saat ini, PLN baru bisa melayani sekitar 52% dari 220 juta rakyat Indonesia yang menikmati aliran listrik. Oleh karena itu, PLN bertekad agar 13 tahun mendatang (tahun 2020) warga yang mendapat fasilitas listrik mencapai 100%.*DUDI SUGANDI/"PR"
Listrik mempunyai peranan yang sangat penting pada kehidupan manusia. Kalau tidak ada listrik, tidak bisa dibayangkan seperti apa jadinya kehidupan ini, mengingat hampir kehidupan manusia bergantung pada listrik. Mulai siang hingga malam hari, kegiatan manusia pasti membutuhkan listrik.
Sesuai tugasnya, PLN memang mempunyai peranan penting untuk melistriki seluruh wilayah nusantara, mengingat PLN merupakan pemegang monopoli untuk mengalirkan listrik ke seluruh tanah air tercinta ini. Konsekuensinya, PLN mempunyai kewajiban untuk menyalurkannya ke seluruh masyarakat Indonesia.
Pada saat ini saja setelah 62 tahun Indonesia merdeka, baru sekitar 52% dari 220 juta rakyat Indonesia yang menikmati aliran listrik. Masih ada 48% rakyat Indonesia yang belum bisa menikmati listrik.
Mengingat kewajiban tersebut, PLN bertekad, 13 tahun ke depan (tahun 2020) atau pada 75 tahun kemerdekaan RI untuk mencapai angka rasio warga yang mendapat fasilitas listrik atau elektrifikasi mencapai 100% atau dikenal dengan visi PLN dengan 75-100.
Seiring dengan tekad itu, PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten (PLN DJBB) bertekad untuk mendahului target PLN Pusat, dengan memasang target pada 2010 seluruh masyarakat Jabar dan Banten terlistriki atau dikenal dengan visi "Jabar-Banten Caang 2010". "Untuk mengejar target itu memang tidak mudah, mengingat rasio elektrifikasi Jawa Barat dan Banten baru mencapai 57%," kata General Manajer (GM) PLN DJBB, Murtaqi Syamsuddin saat ditemui "PR" di ruang kerjanya.
Menurut Murtaqi, rasio elektrifikasi yang masih mencapai 57% itu bukan karena PLN tidak melakukan penyambungan, tapi akibat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Sedangkan kemampuan PLN untuk ekspansi terbatas, terutama kemampuan anggaran. "Meski begitu, kami tidak akan menyerah dan bertekad untuk mencapai visi 'Jabar-Banten Caang 2010' tersebut," katanya. Salah satu langkah yang dilakukan saat ini, menurut Murtaqi, adalah dengan melakukan ekspansi jaringan, menyambung dan melayani sambungan.
Untuk tahun 2008, PLN DJBB memasang target 800 ribu sambungan atau dua kali lipat dari target sebelumnya yang berkisar 400 ribu hingga 500 ribu sambungan. "Ini memang terus diupayakan dengan cara masing-masing unit pelayanan jaringan (UPJ) PLN ditarget dalam penyambungan listrik ini. Mereka harus pemasaran keliling dan harus melaporkan hasil realisasi penyambungan tersebut setiap hari. Kemudian, semua unit membangun jaringan dengan bekerja secara antisifatif yakni pada gardu sisipan, pemberatan, pemisahan beban, perbaikan tegangan, pemasangan kapasitor," katanya.
Sasaran utama dalam penyambungan listrik ini adalah pedesaan karena bagian terbesar penduduk yang belum menikmati listrik adalah di desa. Selain itu juga, belum seluruh desa di Jabar dan Banten masuk jaringan listrik.
Berdasarkan catatan ada 42 desa dari 6.356 desa di Jabar dan Banten yang belum terjamah listrik atau bila dirinci 17 desa di Jabar dan 24 desa di Banten. "Akan tetapi, kami optimis pada 2010 seluruh desa bisa terlistriki. Kami akan bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten untuk melakukannya," kata Murtaqi.
Untuk mencapai langkah itu, tentu saja harus ditunjang dana yang besar. Setelah dihitung untuk menyambung 800 ribu pelanggan per tahun, membutuhkan investasi Rp 1,1 triliun yang akan diupayakan untuk didapat dari PLN Pusat.
Murtaqi mengungkapkan, kewajiban PLN tidak hanya dari sisi elektrifikasi, tapi juga harus bisa menyambung dan menjaga keandalan pasokan listrik. Dari sisi pembangkit, di Jawa khususnya Jabar dan Banten, kemampuannya masih cukup.
Tapi dari segi keandalan pasokan listrik ke pelanggan perlu adanya upaya pemeliharaan jaringan karena penyebab matinya listrik biasanya dari jaringan. "Memang butuh komitmen bersama karena pemeliharaan jaringan itu sangat bersentuhan dengan masyarakat. Seperti pohon yang menyentuh kabel listrik sangat mengganggu listrik dan menyebabkan matinya aliran listrik," katanya.
Selama ini PLN DJBB telah menekan durasi dan frekuensi mati listrik, terbukti dari durasi matinya listrik turun dari 3,7 jam/pelanggan/tahun pada tahun 2006 menjadi 2 jam/pelanggan/tahun pada tahun 2007. Sedangkan frekuensi pemadaman turun dari 7,79 kali/pelanggan/tahun pada tahun 2006 menjadi 4,6 kali/pelanggan/tahun pada tahun 2007.
"Kami berkomitmen bahwa PLN harus melayani, menyambung dan menjaga keandalan dan semua itu butuh dukungan masyarakat. Salah satu membayar listrik dengan tepat waktu, ikut menjaga dan memelihara jaringan terutama di luar perkotaan seperti merelakan pohonnya dipangkas bila menyentuh jaringan listrik.
Kalau semua itu bisa dilaksanakan, listrik di Jawa Barat dan Banten bisa dinikmati seluruh masyarakat dan kualitas keandalannya lebih baik
PETUGAS melayani pelanggan di PLN Bandung Utara. Saat ini, PLN baru bisa melayani sekitar 52% dari 220 juta rakyat Indonesia yang menikmati aliran listrik. Oleh karena itu, PLN bertekad agar 13 tahun mendatang (tahun 2020) warga yang mendapat fasilitas listrik mencapai 100%.*
Source
Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.
Labels: News, Sosial Politik
0 comments:
Post a Comment