Friday, November 9, 2007
ANGKA kasus penyakit infeksi menular seksual (IMS) di Indonesia cukup tinggi. Penggunaan kondom bisa menjadi salah satu upaya mencegah penularan IMS, terutama HIV.
Vaksin AIDS (acquired immuno deficiency syndrome) belakangan ini menjadi pembicaraan hangat di berbagai media. Namun, efektivitasnya masih diragukan. Karena itu, dalam perjalanan uji coba dan penelitian, vaksin ini justru diduga meningkatkan risiko infeksi.
Inilah yang masih menjadi perdebatan di kalangan dokter dan peneliti. Hingga saat ini, bisa dikatakan kondom merupakan cara paling efektif mencegah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, termasuk HIV (human immuno deficiency virus). Februari lalu, badan kesehatan dunia WHO memperingatkan Indonesia sebagai salah satu negara Asia tercepat dalam hal peningkatan populasi penyakit mematikan ini.
Data terbaru Departemen Kesehatan RI mengungkapkan, sejak 1987 dilaporkan 5.904 orang terinfeksi HIV yang belum menunjukkan gejala (stadium HIV). Adapun jumlah pasien AIDS yang dilaporkan adalah 10.384, sebanyak 2.287 di antaranya telah meninggal dunia.
Belum lagi kasus penularan yang belum didata. Diperkirakan selama 2006, sekitar 176.000- 247.000 orang telah tertular HIV, sebagian sudah menikah atau merencanakan akan menikah. Berangkat dari data-data memprihatinkan tersebut, untuk pertama kalinya Indonesia akan menyelenggarakan kampanye berskala nasional bertajuk "Pekan Kondom Nasional (PKN) 2007".
Kampanye yang didukung oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), serta yayasan DKT Indonesia ini akan digelar pada 1-8 Desember mendatang, bertepatan dengan peringatan Hari AIDS Sedunia.
"HIV dan AIDS sudah masuk ke dalam keluarga-keluarga kita di Indonesia. Ibu rumah tangga, bahkan bayi-bayi sudah mulai banyak yang tertular. Kita berkewajiban menghentikan penularan dengan memberi informasi yang benar dan lengkap. Serta menganjurkan pemakaian kondom pada seks berisiko," ujar sekretaris KPAN, Dr Nafsiah Mboi.
Seks berisiko, lanjut Nafsiah, tidak selalu diartikan berzina. Seks pada pasangan yang sudah menikah pun tetap berisiko terjadi penularan kalau tidak memakai kondom, terutama bila salah satu pihak telah terinfeksi HIV. Lebih lanjut, jika si wanita yang bersangkutan kemudian hamil, bayi dalam kandungannya pun tak luput dari risiko infeksi.
Kini ada sekitar 12 juta pekerja seksual komersial (PSK) Indonesia yang berisiko menularkan HIV. Jika dibiarkan tanpa memakai kondom, rantai penularan tentu akan sulit terputus. "Jangan sampai kita gagal melindungi keluarga kita. Program pencegahan harus dilakukan terpadu. Antara lain melibatkan aspek agama, kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi, lifeskill education, promosi, dan dorongan pemerintah," tutur Nafsiah.
Dia menambahkan, negara-negara lain telah memberikan contoh yang baik tentang betapa pentingnya kondom dalam program penanggulangan HIV dan AIDS. Di Thailand misalnya, program penanggulangan HIV melalui penyediaan kondom dan pengobatan IMS yang dimulai pada 1989, berhasil menurunkan tingkat penularan HIV sebesar 83 persen. Ini bisa terjadi karena risiko penularan HIV dengan penggunaan kondom berkurang sampai 10.000 kali lipat.
Di Indonesia sendiri, penggunaan kondom sudah dilegalkan sejak 1970-an sebagai salah satu alat kontrasepsi pencegah kehamilan, yang diharapkan menunjang kesuksesan gerakan KB nasional. Namun, penggunaan kondom di Indonesia masih rendah dibandingkan alat kontrasepsi lain. Padahal, kondom memiliki manfaat ganda (dual protection): selain efektif sebagai alat kontrasepsi, juga mencegah penularan IMS.
"Rendahnya kesadaran akan pentingnya penggunaan kondom bagi kesehatan pribadi, keluarga, bahkan kesehatan masyarakat, juga merupakan kendala dalam mengatasi IMS dan kehamilan yang tidak terencana. Angka aborsi ilegal di Indonesia sudah mencapai 3 juta per tahun," ungkap Kepala BKKBN Dr Sugiri MPH.
Sugiri menekankan pentingnya peningkatan promosi tentang pemakaian kondom, salah satunya melalui program PKN yang akan berlangsung selama sepekan. Agenda PKN 2007 antara lain mencakup pembagian kondom gratis dilengkapi materi edukasi, pelatihan, demonstrasi cara pemakaian kondom, konser musik, talkshow, dan apresiasi terhadap sejumlah tokoh peduli HIV/AIDS di Indonesia.
Menuju Lingkungan Kondusif Kondom
Peredaran kondom di Indonesia saat ini baru mencapai sekira 100 juta dalam setahun. Relatif minim dibandingkan dengan jumlah penduduk, khususnya yang telah aktif seksual.
Padahal, pemakaian kondom tak hanya meminimalisasi risiko infeksi HIV, juga penyebaran penyakit infeksi menular seksual lainnya seperti gonorrhea, sifilis, herpes simplex, trichomoniasis, chlamydia.
Menurut country director DKT Indonesia-lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pemasaran sosial untuk pencegahan HIV/AIDS- Christopher Purdy, tingkat penggunaan kondom yang masih rendah disebabkan oleh lingkungan sosial yang masih belum sepenuhnya mendukung penggunaan kondom.
"Kenyataan ini membuat stigma terhadap kondom tak kunjung hilang. Pekan Kondom Nasional ini diharapkan akan meningkatkan lingkungan yang kondusif bagi penggunaan kondom," ungkapnya.
Sebagai negara dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia, promosi dan penyebarluasan penggunaan kondom seperti melalui kampanye dan pembagian kondom gratis tak dimungkiri menuai pro-kontra di kalangan pemuka agama, sebab dikhawatirkan menjadi bentuk "pelegalan" terhadap prostitusi.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum Dewan Mesjid, Dr dr Tarmizi Taher mengharapkan para ulama dan pemuka agama untuk mengerti dan melihat kondom dari aspek fungsi kesehatan sebagai pencegah penyebaran penyakit menular seksual. Juga, mengurangi dampak buruk dari perilaku orang yang berisiko.
"Dulu, kondom digunakan dalam program KB. Sekarang ini, fungsinya bukan hanya mencegah kehamilan atau menjaga jarak kelahiran, tapi kita juga berhadapan dengan risiko penyebaran penyakit menular semacam HIV," ujar mantan Menteri Agama RI itu.
Tarmizi mencontohkan, di negara-negara Timur Tengah seperti Iran yang mayoritas rakyatnya beragama Islam, kondom sudah dapat diterima dengan sangat baik di masyarakat sehingga sangat membantu program pencegahan penularan HIV.
Sementara itu, dr Adi Sasongko dari Yayasan Kusuma Buana mengungkapkan, kurangnya pemahaman dan persepsi keliru (mitos) tentang kondom dan IMS menjadi faktor yang menyebabkan masyarakat enggan mengenakan kondom.
"Banyak masyarakat yang selama ini mendengar tentang kondom, tapi tidak tahu bentuknya seperti apa dan cara pakainya bagaimana. Ditambah mitos bahwa kalau berhubungan seks pakai kondom rasanya tidak enak, padahal ketika ditanya ternyata dia sendiri belum pernah mencoba. Jadi hanya 'katanya' saja," ungkap pria yang akrab disapa Adi.
Source
Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.
Labels: Kesehatan, News, Sosial Politik
0 comments:
Post a Comment