Monday, July 20, 2009
[Alnect Komputer] Dua ledakan bom di dua hotel mewah di Jakarta, JW Marriott dan The Ritz-Carlton, mengejutkan dunia internasional. Sebagai negara yang sangat sukses mengatasi aksi terorisme dalam lima tahun terakhir, serangan terbaru pada "Jumat (17/7) Hitam" itu memunculkan banyak spekulasi.
Beberapa pengamat kembali mengarahkan perhatian mereka pada jaringan Jamaah Islamiyah (JI), kelompok yang dikaitkan dengan Al Qaeda. Kelompok JI sebelumnya dituduh telah melakukan lima serangan teror yang menewaskan banyak korban di Indonesia antara 2000 dan 2005, termasuk serangan di Filipina. Kini, serangan bom di Jakarta itu membuat banyak negara kembali khawatir mengenai bangkitnya lagi JI dengan metode serangan yang lebih lihai, canggih, dan modern.
Kebangkitan jaringan teror lintas batas negara itu terjadi setelah berbagai operasi antiteror negara-negara di Asia Tenggara untuk memburu anggota JI tampaknya berhasil memaksa jaringan tersebut pecah dalam beberapa faksi. Satu faksi JI yang menjadi mainstream meyakini bahwa metode kekerasan dengan serangan teror terhadap publik dan kepentingan Barat bukanlah cara yang tepat. Adapun faksi lain yang lebih kecil ternyata memilih strategi konfrontasi kekerasan terhadap pemerintahan sekuler dan berbagai kepentingan Barat.
Sehari sebelum serangan Jumat Hitam itu terjadi, Direktur Eksekutif Institute for International Peacebuilding Noor Huda Ismail dan analis Australia Carl Ungerer dari The Australian Stretegic Policy Institute telah menulis bahwa kelompok teror mungkin ingin merevitalisasi diri setelah beberapa anggota penggerak lapangan operasi teror itu dibebaskan dari penjara tahun ini. Tulisan itu juga mengulas perbedaan filosofi gerakan dalam kepemimpinan JI yang dapat mendorong peningkatan rekrutmen anggota baru ke dalam jaringan kekerasan mereka.
"Kami melihat bahwa dua perkembangan saat ini, konflik antarpemimpin dan pembebasan beberapa mantan anggota JI dari penjara, paling tidak dapat meningkatkan kemungkinan bahwa faksi pecahan mereka mungkin ingin memberi energi gerakan teror melalui beberapa serangan kekerasan baru," tulis Ismail dan Ungerer, 24 jam sebelum serangan Jumat Hitam di Jakarta.
[Alnect Komputer] Hingga saat ini memang tidak ada pihak mana pun yang mengaku bertanggung jawab atas dua serangan bom yang menewaskan sembilan orang dan melukai lebih dari 50 orang tersebut. Proses penyelidikan dan perburuan tersangka dalang serangan pun terus dilakukan aparat keamanan. Namun, yang pasti, banyak pihak di luar negeri memuji peran aparat keamanan di Indonesia dalam menangkap puluhan tersangka anggota JI dalam empat tahun terakhir. "Polisi telah melakukan pekerjaan hebat. Namun berbagai elemen teroris itu masih ada di sana," kata Eric Gerstein, mantan agen FBI dan kini menjadi konsultan keamanan Assessments Group Indonesia.
Berbagai program antiteror di Indonesia juga membuat International Crisis Group memperkirakan bahwa pendukung aktif JI telah berkurang hingga di bawah 1.000 orang. Namun serangan Jumat Hitam itu membuat seorang mantan pejabat intelijen Australia kian khawatir dengan kemampuan para pelaku teror. "Ini merupakan level baru kepiawaian mereka dalam melakukan operasi teror sejauh ini. Penyerang berhasil menyamar sebagai tamu hotel dan merancang aksi mereka di salah satu kamar hotel," katanya.
Pengamat internasional juga mengarahkan perhatian mereka pada Noordin Mohammad Top yang diduga menjadi pemimpin ideologis JI. Top merupakan warga Malaysia sekaligus akuntan yang memiliki kemampuan merakit bom. Top ikut dicurigai karena dia pernah diduga terlibat dalam serangan bom pada periode 2002 dan 2005 di Indonesia, termasuk bom Bali dan Jakarta.
"JI merupakan satu-satunya organisasi teror di Asia Tenggara yang memiliki kapasitas itu, baik jaringan ataupun cara bagaimana melakukannya. Mereka satu-satunya pemain di dalam kota," papar seorang pejabat senior penegak hukum asal Amerika Serikat yang telah menghabiskan waktu bertahun- tahun untuk menyelidiki kelompok tersebut.
Juan Zarate, pakar kontraterorisme dalam Pemerintahan Presiden AS George W Bush menjelaskan, "Serangan itu menunjukkan jaringan Jamaah Islamiyah tidak mati."
Pada saat yang sama, banyak pakar memperingatkan agar tidak cepat menyimpulkan dalang atau kelompok tertentu sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam serangan tersebut.
"Asia Tenggara merupakan teater mereka untuk menggelar operasi. Tapi selalu ingat bahwa masalah ini sangat kompleks dan mungkin kita akan menemukan ada banyak sekali faktor yang terkait, mulai dari pihak-pihak yang marah, semangat religi atau kekecewaan politik," kata Dell Dailey, mantan koordinator kontraterorisme Departemen Luar Negeri AS di era Presiden Bush. Tentu saja, serangan Jumat Hitam itu membuat Presiden AS Barack Obama dan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengecam keras pelakunya.
Obama kemudian memuji Pemerintah Indonesia yang dianggap telah bekerja keras mengatasi aktivitas teror dalam beberapa tahun terakhir. "Kendati demikian, serangan ini menjelaskan bahwa ekstremis masih melakukan aksi pembunuhan terhadap pria, perempuan, dan anak-anak yang tidak bersalah di semua negara," kata Obama yang pernah tinggal di Indonesia selama beberapa tahun dan mungkin akan mempertimbangkan datang secara resmi ke Jakarta dalam beberapa bulan mendatang.
Sebaran Jaringan Teror
[Alnect Komputer] Pejabat kontraterorisme AS menyebut bahwa ratusan anggota JI menyebar di lebih dari 10.000 pulau yang ada di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Menurut beberapa pejabat, AS telah mengawasi sejumlah anggota JI yang melakukan perencanaan teror, penggalangan datang, dan perekrutan anggota.
Menurut pejabat AS, ratusan anggota JI telah ditangkap di berbagai negara, baik dari level pelaku lapangan ataupun dalang serangan teror. "Namun jaringan itu juga membuktikan kemampuannya untuk bertahan dalam situasi ekstrem. Karena itu pula, AS dan aliansinya kini fokus mengatasi meningkatnya ancaman teror dari Al Qaeda di Pakistan," papar Dailey, purnawirawan letnan jenderal dan mantan petugas operasi khusus Pentagon.
"Beberapa komandan JI, khususnya Top, terus menghindari diri dari penangkapan dengan bersembunyi di antara para pendukungnya. Top menggunakan teknik penyamaran, menggunakan nama palsu, dan cara lain untuk menghindari diri dari deteksi intelijen," kata Dailey.
AS juga menganggap Top sebagai salah satu pemimpin JI paling karismatik dalam berbagai operasi di seluruh penjuru dunia. Khususnya karena dia memiliki kemampuan untuk meyakinkan orang lain agar bersedia melakukan serangan bom bunuh diri, termasuk dalam serangan di Bali pada 2002 yang menewaskan 202 orang.
"Kemampuan untuk mendapatkan orang yang bersedia meledakkan diri mereka sendiri membutuhkan talenta khusus dan dia memilikinya," ujar Zachary Abuza, pakar JI yang memberikan konsultasi di berbagai negara terkait taktik dan struktur jaringan tersebut.
Menurut Abuza, Top juga dianggap sebagai salah satu komandan JI yang paling sukses merekrut anggota dan penyusun strategi paling andal.
"Top juga dijuluki sebagai Moneyman karena dia dianggap sebagai penggalang dana paling penting dalam kelompok yang memiliki hubungan langsung dengan Al Qaeda di Pakistan," kata Abuza yang merupakan profesor di Simmons College, Boston, yang sering melakukan perjalanan ke Asia Tenggara. Selain Top, beberapa tersangka pemimpin senior JI yang masih diburu ialah komandan militer Zulkarnaen, pakar elektronik dan pembuat bom Dumatin, dan perekrut anggota Umar Patek.
Mereka diduga bersembunyi bersama kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Kewaspadaan terhadap kemungkinan serangan baru pun semakin meningkat. Beberapa negara tetangga Indonesia langsung memperingatkan warganya. Departemen Luar Negeri Australia melanjutkan peringatan pada warganya agar mempertimbangkan kembali kunjungan ke Indonesia.
"Kami terus menerima ?informasi yang dapat dipercaya' bahwa teroris dapat merencanakan serangan baru, khususnya di Jakarta dan Bali. Karena itu mereka yang melakukan perjalanan harus sangat hati-hati," papar pemerintah Australia.
Source
Labels: News, Sosial Politik
0 comments:
Post a Comment