Referensi

Jasa Web Design

Saturday, December 1, 2007

Lego Humpuss, Negara Rugi Rp 4 T

JAKARTA - Kasus hukum yang membelit Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto bisa jadi akan bertambah kasus hukum yang membelitnya. Kali ini menyangkut akuisisi aset perusahaan miliknya, Grup Humpuss, yang berada di BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) oleh PT Vista Bella Pratama (PT VBP). Negara menderita kerugian sekitar Rp 4 triliun.

Skandal itu bermula dari kredit macet PT Humpuss yang tercatat di BPPN senilai Rp 5,7 triliun saat terjadi krisis ekonomi 1997-1998. Untuk menyelesaikan kredit macet itu, Tommy menyerahkan sejumlah aset. Yakni, PT Timor Putra Nasional (bernilai Rp 4,04 triliun), PT Sempati Air (Rp 270,3 miliar), Bali Pecatu Graha Rp 245 miliar, Bali Pecatu Utama Rp 15,7 miliar, dan PT Humpuss Terminal Rp 21,9 juta. Nilai aset yang diserahkan Tommy waktu itu mencapai Rp 4,576 triliun.

Nah, yang menjadi persoalan, menurut Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki, aset milik PT Humpuss di BPPN itu diakusisi PT Vista Bella Pratama dengan harga Rp 512 miliar. KPK menemui indikasi PT Bela Vista Pratama ada kaitan dengan PT Humpuss. "Negara dirugikan lebih dari Rp 4 triliun," kata Ruki setelah membahas kasus tersebut di gedung KPK kemarin.

KPK menganggap kasus tersebut sangat serius untuk diusut. Dalam pembahasan kemarin, KPK melakukan pertemuan segitiga dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Jaksa Agung yang diwakili Jampidus Kemal Yahya. Pertemuan tiga lembaga itu digelar mulai pukul 14.00.

Ruki menjelaskan, kasus penyimpangan dalam pengalihan tagihan BPPN pada Juni 2003 itu awalnya berdasarkan laporan masyarakat. Modusnya, Grup Humpuss selaku debitor mengalihkan aset kepada PT VBP dalam Program Penjualan Aset Kredit III (PPAK) BPPN. "Kami menemukan bahwa ternyata ada hubungan antara pemilik PT Humpuss dan PT VBP," ulang Ruki.

Padahal, tambahnya, itu melanggar perjanjian jual beli piutang (PJBP) antara BPPN dan PT VBP. Di antaranya berisi larangan ada konflik kepentingan (conflict of interest) antara pembeli dan penjual aset. Perusahaan pembeli juga dilarang berafiliasi dengan pemilik awal aset, yakni debitor atau perusahaan yang kreditnya macet. "Kami bisa buktikan adanya aliran dana dari PT Humpuss ke PT VBP yang kemudian dibayarkan untuk membayar aset," tambahnya.

Yang lebih fatal, nilai aset Rp 4,576 triliun dialihkan dengan harga hanya Rp 512 miliar. "Harganya sangat rendah. Hanya 11,01 persen dari nilai aset sesungguhnya," ujar mantan Kapolwil Malang itu. Tak kurang dari Rp 4 triliun uang negara diduga raib.

Meski demikian, Ruki mengaku tak mau gegabah menunjuk hidung tersangka. Pihaknya akan melakukan penyelidikan apakah dalam proses jual beli itu ada indikasi tindak pidana korupsi. Belum jelas siapa yang bakal dibidik KPK, Tommy cs sebagai pemilik PT Humpuss atau pihak BPPN. Menurut Ruki, pihaknya terlebih dahulu mengumpulkan data dan keterangan dari berbagai pihak, termasuk BPPN, lembaga yang sudah dibubarkan itu. "Untuk menarik kesimpulan, ada pengumpulan keterangan dari semua pihak, dari bank juga. Apalagi BPPN yang terkait langsung," ujarnya.

Sebagai langkan preventif, KPK meminta menteri keuangan membatalkan PJBP dan pengalihan piutang (cessie) antara BPPN dan PT VBP dengan preseden adanya penyimpangan tersebut. Menkeu juga diminta menagih utang PT Humpuss secara penuh, yakni Rp 4,576 triliun dikurangi pembayaran dari PT VBP melalui BPPN.

Pembekuan aset (set off) semua dana PT Humpuss yang berada di bawah kendali negara juga diminta dilakukan. Selanjutnya, langkah pidana dan perdata bakal ditempuh. "KPK akan bekerja sama dengan Kejagung untuk membuktikan adanya unsur tindak pidana korupsi atau aspek pidananya. Kasus perdatanya kami serahkan pada pemerintah," tambahnya. Dia mengaku tak keberatan Kejagung mengambil alih penanganan kasus tersebut jika bukti telah dikumpulkan lebih maju dari KPK.

Menanggapi temuan KPK, menteri keuangan langsung meminta Kejagung sebagai jaksa pengacara negara membatalkan secara hukum jual beli aset Humpuss. Kalau perlu melalui pengadilan. "Ini bentuk dari ’cuci piring’ kasus-kasus korupsi," ujar Ani (nama akrab Sri Mulyani, Red).

Ani mengakui modus PT VBP adalah apa yang dikenal dengan fronting atau sebuah perusahaan khusus dibeli atau dibuat hanya untuk membeli aset-aset pemilik awal aset tersebut. Soal dana Rp 1,2 triliun milik grup tersebut di Bank Mandiri, yang sekarang jadi perkara di pengadilan, Ani mengungkapkan itu hak negara dan bukan aset yang dijual BPPN. "Tidak logis bahwa BPPN menjual suatu uang atau deposito Rp 1,2 triliun dengan harga (aset secara keseluruhan, Red) Rp 512 miliar," ujarnya. Dia menambahkan, setelah tugas BPPN berakhir, fungsi menjaga aset negara ada di tangan Depkeu

Jampidsus Kemas Yahya mengungkapkan, pihaknya sudah lebih maju dari KPK. Sejak tiga bulan lalu, ujarnya pihaknya menangani kasus tersebut. Bahkan, langkahnya sudah sampai ke tingkat penyidikan. "Bersamaan dengan kasus BPPC dan PT Timor (yang juga menjerat Tommy, Red) sudah penyidikan," ujarnya tanpa menjelaskan perkembangan penanganan kasus tersebut.

Tommy Menyilakan Pengusutan

Di tempat terpisah, pengacara Tommy Soeharto, Elza Syarif, mengatakan bahwa kliennya menunggu perkembangan lanjutan atas langkah KPK, Kejagung, dan Depkeu untuk mengusut dugaan rekayasa dalam jual-beli aset negara yang semula dimiliki Grup Humpuss kepada PT Vista Bella Pratama. "Saya perlu berkoordinasi dengan Mas Tommy. Kalau belum dengar sendiri dan belum tahu detail kasusnya, saya nggak bisa komentar," kata Elza saat dihubungi tadi malam.

Kuasa hukum Tommy lainnya, O.C. Kaligis, mempersilakan KPK mengusut dugaan rekayasa kasus yang terjadi pada 2003 itu. "Silakan saja kalau ada bukti-bukti rekayasa," ujar Kaligis kemarin (29/11). Meski demikian, kalaupun dugaan tersebut benar, Kaligis lebih setuju proses penyelesaiannya ditangani secara perdata daripada pidana.

Wartawan koran ini berupaya menghubungi sejumlah orang dekat Tommy, termasuk Abdurrahman Abdul Kadir Mulahela. Namun, yang bersangkutan menolak berkomentar. Seorang staf bagian legal Grup Humpuss juga menunggu informasi lanjutan atas kasus yang ditangani KPK tersebut.

Sementara itu, mantan pejabat BPPN yang minta agar namanya tidak dikorankan mengatakan, penjualan aset Grup Humpuss dari BPPN kepada VBP secara legal tidak salah. Menurut dia, BPPN telah melakukan langkah benar dengan menjual aset yang bermasalah, termasuk aset Humpuss.

"Penjualan aset bermasalah tersebut dikembalikan kepada pemerintah dan masuk kas negara," jelasnya. Apakah BPPN tidak mengetahui bahwa VBP punya hubungan dengan Humpuss? Pria yang kini membuka usaha konsultan keuangan dan hukum itu menegaskan tidak ditemukan benturan kepentingan.

Sebab, lanjut dia, saat VBP melakukan penawaran, BPPN telah menelusuri dan memeriksa dokumen dan company profile VBP. "Saat itu BPPN tidak melihat adanya benturan kepentingan. Karena itu, BPPN memutuskan melepas aset Humpuss tersebut," tegasnya.

Source

Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.

0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com