Referensi

Jasa Web Design

Saturday, December 1, 2007

Jakarta: Kepala Biro Humas Departemen Kesehatan Lily Sulistyowati mengaku dirinya belum mendengar kabar adanya warga Papua yang tewas karena Kelaparan.

"Wah, saya harus crosscheck kebenarannya dengan dinas setempat," ujarnya saat dihubungi Tempo, Jum'at malam (30/11).

Sebelumnya, Kepala Sub Dinas Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua, Roby Kayame, mengatakan jatuhnya 16 korban tewas akibat kelaparan di Distrik Duma Dame, merupakan buntut dari perang suku yang berlangsung sejak enam bulan lalu di wilayah tersebut.

"Karena perang berkepanjangan, warga dari kedua suku takut keluar wilayah,” kata Roby melalui telepon kepada Tempo. “Mereka tidak bisa kemana-mana dan tidak sempat berkebun, sehingga kelaparan."

Roby menjelaskan, saat ini dua anak yang menderita busung lapar sudah dibawa keluar dari Duma Dame. Keduanya telah mendapatkan perawatan di Puskesmas yang berada di Distrik Dibida.

Pemerintah setempat hingga saat ini terus mengusahakan helikopter untuk menerbangkan obat-obatan, 2 orang dokter dan 4 orang perawat ke daerah konflik di Duma Dame. Namun, karena cuaca yang tidak bersahabat, helikopter baru bisa diterbangkan besok.

Menurut Lily, pemerintah pusat tidak harus menangani langsung kasus ini. "Kami memiliki dinas kesehatan yang menjadi perwakilan pemerintah pusat, seharusnya mereka bergerak langsung bila terjadi kasus ini," ujarnya.

Kalau mereka belum bergerak, kata dia, pemerintah pusat akan memberikan peringatan dan imbauan agar mereka segera bergerak. Pemerintah pusat baru akan bergerak bila dinas kesehatan setempat tidak mampu menangani kasus ini. “Saat itulah pemerintah pusat akan turun langsung ke lapangan.”


Korban Kelaparan di Papua Akibat Perang Suku Berkepanjangan


Jakarta : Jatuhnya 16 korban tewas akibat kelaparan di Distrik Duma Dame, Kabupaten Paniai, Papua, merupakan buntut dari perang suku yang berlangsung sejak enam bulan lalu di wilayah tersebut. Hingga Jumat (30/11), perang suku juga telah menyebabkan 12 orang luka-luka terkena panah, dan tiga di antaranya dalam kondisi kritis.

"Karena perang berkepanjangan, warga dari kedua suku takut keluar wilayah,” kata Kepala Sub Dinas Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan, Kabupaten Paniai, Roby Kayame, melalui telepon kepada Tempo, Jumat malam. “Mereka tidak bisa kemana-mana dan tidak sempat berkebun, sehingga kelaparan."

Roby menjelaskan, saat ini dua anak yang menderita busung lapar sudah dibawa keluar dari Duma Dame. Keduanya telah mendapatkan perawatan di Puskesmas yang berada di Distrik Dibida.

Pemerintah setempat hingga saat ini terus mengusahakan helikopter untuk menerbangkan obat-obatan, 2 orang dokter dan 4 orang perawat ke daerah konflik di Duma Dame. Namun, karena cuaca yang tidak bersahabat, helikopter baru bisa diterbangkan besok.

Berdasarkan laporan terakhir yang diperoleh dari mediator kedua pihak yang bertikai dengan pemerintah, Bernard Kobagau, para korban luka adalah 10 laki-laki dari suku Kobagau dan 2 orang perempuan dari suku Sani.

Bernard menambahkan, usaha mediasi antara kedua belah pihak dibantu juga oleh pemerintah setempat, kepolisian dan TNI. "Bahkan kepolisian sudah meminta bantuan kepada Pemerintah Kabupaten, tapi tetap saja tidak berhasil," ujarnya.

Perang antara suku Kobagau dan suku Sani mulai memanas pada bulan Juli 2007. Perang dipicu tewasnya 2 orang warga dari Sani. Hingga saat ini marga Sani terus menuntut dua nyawa warganya diganti dengan dua nyawa dari suku Sani. “Akibatnya perang tidak pernah akan berhenti," ujar Bernard.

Source

Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.

0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com