Referensi

Jasa Web Design

Thursday, November 29, 2007

Tarif Listrik Rumah Mewah Naik

JAKARTA - Buntut kenaikan harga minyak semakin panjang. Membengkaknya subsidi listrik akibat kenaikan harga minyak membuat pemerintah mengkaji mekanisme disinsentif tarif. Salah satu yang dipertimbangkan adalah menerapkan tarif listrik lebih tinggi bagi pelanggan rumah tangga tergolong mewah. Meski demikian, pemerintah menegaskan tidak akan menaikkan tarif dasar listrik (TDL).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menyatakan, harga minyak yang melonjak membuat subsidi listrik menggelembung dari Rp 32,4 triliun menjadi Rp 43,4 trilun. Sejauh ini pemerintah belum memikirkan opsi untuk menaikkan TDL. "Jadi tolong dicatat, TDL tidak akan naik," tegasnya saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR di gedung DPR/MPR kemarin (28/11).

Namun, lanjut Purnomo, pemerintah terus mematangkan beberapa opsi untuk menekan pembengkakan subsidi, seperti pemakaian lampu hemat energi untuk menggantikan lampu pijar dan mekanisme disinsentif tarif. Caranya memberlakukan batas pemakaian wajar atau daya maksimal plus. Dengan demikian, jika pelanggan yang mengonsumsi listrik dalam jumlah besar akan dikenai biaya tambahan. "Terutama pelanggan rumah mewah," katanya.

Saat ini semua pelanggan sektor rumah tangga mendapat harga subsidi, baik golongan kecil R-1, menengah R-2, ataupun mewah R-3. Padahal, kata Purnomo, harga tersebut masih di bawah biaya pokok penjualan. Dalam skema tarif PLN, pelanggan masuk golongan R-3 jika memakai daya di atas 6.600 VA. Pelanggan R-3 dibebani tarif Rp 621 per kWh. Sedangkan biaya produksi (tarif keekonomian) PLN Rp 667 per kWh.

Dengan demikian, negara menyubsidi Rp 46 per kWh, terhadap pelanggan rumah mewah yang tergolong mampu secara finansial. Jika subsidi tarif golongan R-3 dicabut, maka tarif yang berlaku nanti minimal Rp 667 per kWh, sesuai biaya produksi, atau naik sekitar 7,4 persen.

"Saat ini semua menikmati subsidi, termasuk yang di Pondok Indah itu (kompleks perumahan elite di Jakarta, Red)," ujarnya.

Menurut Purnomo, mekanisme tersebut bisa menjadi opsi untuk mengurangi konsumsi listrik, terutama pelanggan R-3. Sebab, dengan adanya disintentif, orang akan berpikir untuk tidak boros dalam menggunakan listrik. "Sebab, menurut data, masyarakat Indonesia termasuk boros energi," tuturnya.

Dia mencontohkan, di Indonesia, angka perbandingan antara produktivitas dengan energi yang dibutuhkan 1,8. Artinya, kata dia, untuk mendapatkan produktivitas 1, dibutuhkan energi 1,8. Padahal, di Jepang, perbandingannya hanya 0,4. "Jadi, disinsentif ini bisa jadi opsi agar masyarakat tidak boros," terangnya.

Selain mengkaji tarif listrik rumah mewah, menurut Purnomo, upaya mengurangi subsidi listrik adalah memakai lampu hemat energi. Sebagai langkah awal, lanjutnya, pemerintah akan membagikan lampu hemat energi ini secara gratis kepada masyarakat.

Skenario penghematan lain adalah memaksimalkan pemakaian minyak bakar (marine fuel oil/MFO) pada pembangkit PT PLN (Persero), pembatasan kendaraan yang memakai premium bersubsidi dengan menggunakan sistem voucher, dan meluncurkan produk premium beroktan 90.

Purnomo meminta Komisi VII DPR membahas usul-usul tersebut dan memberikan rekomendasi apakah sistem disinsentif itu diterima atau tidak. Sebab, lanjut dia, persoalan listrik maupun BBM merupakan perkara sensitif yang terkait erat aspek sosial politik. "Kami minta pertimbangan politis, untuk mengkaji lebih lanjut," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah maupun DPR masih punya waktu hingga akhir Desember 2007 untuk membahas opsi disinsentif tersebut. "Ini penting, sebab terkait penyelamatan anggaran 2008," jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi VII DPR Airlangga Hartanto mengatakan, pihaknya akan membahas lebih lanjut opsi tersebut dengan mempertimbangkan berbagai aspek. "Tapi, jika memang ini yang terbaik, kami akan dukung," ujarnya.

Ketika dikonfirmasi, Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Departemen ESDM Jacob Purwono mengatakan, secara teknis mekanisme disinsentif tersebut sangat mungkin dilakukan. "Jadi, jika memang pemerintah dan DPR setuju, kami siap jalankan," tuturnya.

Menanggapi rencana pemerintah tersebut, Ketua DPP Real Estate Indonesia (REI) Teguh Kinarto meminta pemerintah mengkaji hal itu secara serius. Sebab, kenaikan tarif listrik untuk rumah akan berdampak langsung terhadap bisnis properti menengah ke atas. Meski demikian, jika pemerintah jadi menaikkan listrik rumah mewah, hal tersebut tidak masalah.

"Beban yang ditanggung pemerintah cukup besar. Jadi, sudah seharusnya subsidi listrik diutamakan untuk rakyat kecil," ujarnya saat dihubungi tadi malam.

Menurut pemilik puluhan proyek properti di Jawa itu, listrik telah menjadi barang langka bagi masyarakat. Sebab, untuk mendapatkan sambungan listrik, masyarakat sering harus berkolusi dengan petugas PLN. Akibatnya, masyarakat sudah terbebani sejak awal dan selama masih menjadi pelanggan PLN. "Karena itu, lebih fair kami setuju saja subsidi listrik untuk rumah mewah dihilangkan," tuturnya.

Teguh menjelaskan, pemberian subsidi listrik bagi masyarakat memang harus dibedakan berdasar kondisi ekonomi pelanggan. Rumah menengah sederhana biasanya menggunakan daya listrik 400-1.200 watt. Rumah mewah biasanya menggunakan daya listrik di atas 2.200 watt. "Saya yakin penjualan rumah mewah nggak akan terpengaruh. Itu semua kan mekanisme pasar. Orang kaya nggak akan pertimbangkan itu," tegasnya.

Keputusan tersebut, menurut Teguh, bisa menjadi solusi jangka pendek untuk mengurangi beban pemerintah dalam menyubsidi listrik. Namun, REI berharap PLN menyiapkan langkah-langkah jangka panjang agar produksi listrik lebih efisien. "PLN harus lebih efisien dalam produksi listriknya. Dengan begitu, masyarakat tidak terbebani tarif tinggi," tegasnya.

Source

Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.

0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com