Tuesday, November 6, 2007
ISLAMABAD - Memasuki hari kedua sejak diberlakukannya status darurat, ketegangan semakin terasa di Pakistan. Untuk semakin mengukuhkan kekuasaan, Presiden Pakistan Jenderal Pervez Musharraf memberhentikan Ketua Mahkamah Agung (MA) Iftikhar Mohammed Chaudhry. Selain itu, dia memerintahkan penangkapan tokoh-tokoh oposisi dan mengepung rumah mereka.
Beberapa tokoh oposisi yang ditangkapi tentara pemerintah antara lain Javed Hashmi, pejabat ketua partai yang dibentuk mantan PM Nawaz Sharif; Asma Jehangir, ketua komisi independen HAM Pakistan; dan Hamid Gul, mantan kepala badan intelijen yang diberhentikan akibat kritik kerasnya terhadap dukungan Musharraf atas agenda pemberantasan terorisme oleh AS. Total 40 aktivis antipemerintah yang diburu dan ditangkap.
Seperti diberitakan, presiden sekaligus panglima tertinggi militer Pakistan Jenderal Pervez Musharraf memproklamasikan status negara darurat dan menerbitkan serangkaian peraturan konstitusional sementara pada Sabtu (3/11).
Dengan diterapkannya status darurat, undang-undang dasar (UUD) yang berlaku di Pakistan saat ini otomatis gugur. Selanjutnya, Musharraf memerintahkan hakim-hakim senior MA memperbarui sumpah jabatan mereka di hadapan dia. Pemerintah juga menyensor segala informasi yang diudarakan, membredel media massa, melarang pertemuan massal, dan menangkapi para pemimpin oposisi.
Salah satu alasan Musharraf mengambil langkah drastis membekukan konstitusi adalah dia merasa gerah dengan campur tangan lembaga yudikatif. Musharraf khawatir Mahkamah Agung akan membatalkan kemenangannya pada pemilu parlemen Oktober lalu.
Namun, motif yang diduga kelompok oposisi itu dibantah. Musharraf mengatakan, jika tindakan tegas tidak diambil sekarang, negeri itu akan terancam. "Terorisme dan ekstremisme meningkat, di mana-mana di Pakistan terjadi serangan bunuh diri," katanya dalam pidato Sabtu (3/11) malam.
Media Pakistan menyebut pemberlakuan status darurat militer tersebut sebagai "kudeta kedua" Musharraf. Sebab, pemimpin 64 tahun itu bisa berkuasa pada 1999 berkat kudeta terhadap pemerintahan sipil.
Penetapan Pakistan dalam keadaan darurat oleh Presiden Jenderal Pervez Musharraf langsung mengundang kecaman luas. Penentangan paling keras disuarakan mantan PM Benazir Bhutto. Dari rumah keluarga di Dubai, Uni Emirat Arab, Bhuto menyebut negara dalam keadaan perang sejak penetapan Musharraf. "Ini hari paling menyedihkan bagi rakyat Pakistan. Penetapan negara dalam keadaan darurat bukanlah solusi menghadapi ekstremis. Sebaliknya, itu justru membuat ekstremis tambah semangat," tegasnya saat jumpa pers kemarin.
Perempuan yang dua kali menjabat PM itu sebenarnya memiliki perjanjian pembagian kekuasaan dengan Musharraf menjelang pilpres pada Januari 2008. Tapi, sepertinya kesepakatan itu sirna. "Pemilihan bebas dan terbuka harus diselenggarakan tepat waktu. Tapi, ini tidak bisa diharapkan dari seorang diktator," kecam Bhutto.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Condoolezza Rice menyebutkan bahwa langkah yang diambil Musharaf itu jauh dari demokrasi. "Keputusan yang dikeluarkan itu jauh dari jalur demokrasi dan supremasi sipil," ujar Rice. Dua negara besar di Asia, Tiongkok dan Jepang, juga bereaksi negatif atas pengekangan kebebasan berlebihan yang dilakukan Musharraf. Namun, Tiongkok yakin Pakistan dapat menyelesaikan persoalannya sendiri, dan menyatakan ikut bersedih atas kondisi sulit yang dihadapi negeri itu.
Sementara Jepang berharap Pakistan melakukan normalisasi dan kembali kepada proses demokrasi. "Jepang terus-menerus mendukung upaya Pakistan memerangi teror dan membangun demokrasi. Jepang sangat berharap Pakistan segera memperbaiki keadaan," tulis Kementerian Luar Negeri Jepang dalam pernyataan resminya kemarin. Hal senada dilontarkan Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer. Dia mendesak konstitusi dikembalikan di negeri itu.
Pasca pemberlakuan keadaan darurat, suasana ibu kota Pakistan, Islamabad, kemarin masih aman meski sejumlah tentara disebar di penjuru kota. Penjagaan tampak dipusatkan di sekitar Gedung Mahkamah Agung dan sejumlah kantor media cetak dan TV Pakistan. Polisi dan tentara juga memasang barikade dan kawat berduri untuk menutup akses menuju gedung parlemen, kediaman presiden, dan gedung MA.
Source
Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.
Labels: News, Sosial Politik
0 comments:
Post a Comment