Referensi

Jasa Web Design

Thursday, November 8, 2007

ROMA - Peristiwa bersejarah terjadi di Vatikan Selasa (6/11) lalu. Paus Benediktus XVI, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, untuk kali pertama bertemu dan berjabat dua tangan dengan Raja Abdullah Bin Abdulaziz Al Saud, pemimpin Kerajaan Arab Saudi, yang bergelar penjaga dua tanah suci umat Islam, Makkah dan Madinah.

Setelah saling mengucapkan selamat dalam suasana bersahabat, keduanya melakukan pembicaraan tertutup dengan diperantarai penerjemah selama 30 menit. Bagi Abdullah, ini pertemuan kedua dengan pemimpin tertinggi takhta Vatikan. Sebelumnya, pada 1999, saat masih berstatus Putra Mahkota, Abdullah bertemu pendahulu Benediktus, Paus Johannes Paulus II.

Menurut siaran pers yang diterbitkan pemerintah Vatikan, Paus Benediktus XVI dan Raja Abdullah memperbincangkan nilai-nilai kebersamaan antara umat Kristen, Islam, dan Yahudi untuk mempromosikan perdamaian. Keduanya juga sepakat tentang perlunya solusi terhadap konflik Israel-Palestina dan beberapa tema lain.

Meski terlihat sangat akrab, dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pemerintah kedua negara, sama sekali tidak disinggung kemungkinan dibukanya hubungan diplomatik antara Vatikan dan Arab Saudi. Pada Mei lalu, Uni Emirat Arab menjadi negara Islam terakhir yang membuka hubungan diplomatik dengan Vatikan.

Vatikan berkepentingan dengan semakin banyaknya perwakilan di negara-negara muslim. Vatikan mendapati jumlah populasi Kristen di negara-negara muslim, khususnya Timur Tengah, meningkat drastis. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Vatikan mencatat, ada sekitar 1,5 juta kristiani di Arab Saudi. Sebagian besar dari jumlah itu penganut Katolik dari Filipina.

Usai pertemuan, Paus memberi Raja Abdullah sebuah ukiran Vatikan dari abad ke-16 serta sebuah medali emas bergambar dirinya. Sedangkan Raja Abdullah memberi Paus sebuah pedang yang dibuat dari emas murni serta bertakhtakan batu perhiasan.

Marco Politi, koresponden harian Italia La Repubblica dan penulis biografi Paus Johannes Paulus II mengatakan, pertemuan pemimpin tertinggi Vatikan dengan Raja Saudi sangat penting karena menjadi penanda terjadinya komunikasi resmi antara Vatikan dan negara kunci bagi umat Islam. "Pertemuan ini menjadikan kata dialog tidak relevan lagi. Yang lebih tepat adalah kata kerja sama antara umat Kristen, Islam, dan Yahudi," ujarnya.

Media Vatikan, L’Osservatore Romano, menulis, ini kesempatan emas bagi Vatikan untuk memperbaiki hubungan dengan umat Islam, setelah sempat rusak akibat pernyataan Paus pada 2006 yang membuat marah umat Islam dan mengundang gelombang aksi unjuk rasa di seluruh negara Islam.

Saat berpidato pada kuliah umum di Aula Magna, Universitas Regensburg, Jerman, 12 September 2006, Benediktus mengutip pernyataan Kaisar Bizantium (kini Turki) Manuel II Paleologus soal makna jihad dalam Islam dan penyebaran Islam dengan pedang. Dia menyebut, jihad Islam sebagai iblis dan tidak memiliki kemanusiaan.

Pernyataan itu langsung menyulut kemarahan umat Islam di seluruh dunia dan menempatkan hubungan Vatikan-umat Islam dalam titik terendah abad ini. Beberapa negara Islam langsung memanggil duta besar Vatikan untuk memberikan klarifikasi. Seminggu setelah "tragedi" itu, Paus Benediktus XVI "secara tulus menyesali" bahwa pernyataannya telah melukai perasaan kaum muslim.

Namun, maaf dan penyesalan itu datangnya terlambat. Pernyataan Paus membuat darah tumpah di beberapa negara. Di Palestina, terjadi serangan bom terhadap gereja di Tepi Barat dan Gaza. Sekelompok orang bersenjata membunuh seorang suster di Somalia. Bahkan, nyawa Paus saat itu sempat terancam.

Sambutan hangat Paus Benediktus terhadap Raja Saudi juga menepis kecaman terhadap Vatikan yang muncul lagi awal bulan ini. Media di Vatikan mengungkapkan, beberapa minggu sebelum pertemuan bersejarah kemarin, Paus Benediktus menerima sebuah surat dari 138 ulama dari 43 negara. Isinya meminta ada dialog antara umat Islam dan Kristen. Sampai pertemuan dengan Raja Abdullah terjadi, belum kunjung ada tanggapan resmi dari Vatikan. Lambatnya Vatikan merespons ajakan toleransi itu mengundang kecaman luas.

Terjadinya pertemuan bersejarah kemarin juga memberikan poin atas keberhasilan diplomasi Kardinal Tarcisio Bertone, Menteri Luar Negeri Vatikan. Penghargaan sesungguhnya layak diberikan kepada Kardinal Jean-Louis Tauran, presiden dewan dialog antaragama. Kardinal Tauran, yang memimpin gereja di Lebanon dan Syria, sangat dikenal di Timur Tengah dan memiliki hubungan baik dengan negara-negara muslim.

Pertemuan pemimpin negara Islam dengan pemimpin Gereja Katolik sebetulnya juga bukan yang pertama. Presiden Iran yang beraliran moderat, Muhammad Khatami, pernah bertemu Paus Johannes Paulus II pada 1999.

Source

Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.


0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com