Referensi

Jasa Web Design

Tuesday, October 30, 2007

Imlek dan Eksistensi Muslim Tionghoa

Menghadirkan suasana dan budaya Tionghoa di dalam lingkungan masjid, bukan perkara yang mudah. Berbagai upaya termasuk penelitian ilmiah dan kajian budaya dilakukan untuk mendudukkan perayaan Imlek sebagai salah satu tradisi kebudayaan di Indonesia.

Pandangan Imlek sebagai ritual keagamaan sudah melekat erat dalam benak bangsa Indonesia. Sebaliknya bagi warga keturunan Tionghoa, Imlek tidak berarti ritual keagamaan yang hanya boleh dijalankan di klenteng maupun vihara. Imlek adalah sebuah tradisi yang lebih cocok dikaitkan sebagai budaya para petani di negeri Tiongkok saat menyambut musim semi.

Kalau terus dianggap sebagai salah satu ritual keagamaan atau hanya boleh dimiliki dan dijalankan penganut Kong Hu Cu dan Taoisme, maka sebagian warga Tionghoa yang menganut agama Nasrani, bahkan Islam, harus kehilangan tradisi itu.

Begitulah pandangan H Budi Satya Graha (64) Sekretaris Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Pusat. Lantas pada 2002, saat dia menjabat Ketua PITI Yogyakarta, dimunculkan gagasan perayaan Imlek di Masjid Syuhada, Yogyakarta.

Aneka pandangan kontroversial bermunculan saat itu. Semula pesertanya hanya 40-an orang. Tahun lalu, peminat Imlek di masjid melonjak sampai 200-an orang. Budi yang mualaf sejak 1983 itu yakin, meski dia keturunan Tionghoa dari keluarga besar beragama Buddha, ke-Islam-annya tidak diragukan. Dia banyak berguru pada kiai. Istrinya, Hj Lie Sioe Fen (52), saat ini menjadi Ketua PITI Yogyakarta, juga aktivis kemanusiaan yang selalu membawa bendera Muslimat. Bagi Lie, memperingati Imlek secara Islam bukan berarti men-Tionghoa-kan masjid atau sebaliknya. Memperingati Imlek dengan cara Islam sudah dilakukan sejak ia bersama suaminya masuk Islam pada 1983.

Imlek adalah penanda berakhirnya musim dingin dan tibanya musim semi. Bagi masyarakat Tionghoa yang mayoritas petani, musim dingin amat menyedihkan karena tak bisa bercocok tanam. "Begitu musim semi tiba, mereka menyambut dengan sukacita," papar Lie.

Budaya Leluhur

Menurutnya, Imlek bisa diperingati penganut agama apa saja. DPP PITI juga berpandangan begitu: Imlek bukan milik agama tertentu. Imlek merupakan budaya leluhur etnis Tionghoa untuk bersilaturahmi dengan keluarga.


Budi berprinsip, dia dan PITI hadir untuk menjembatani warga keturunan Tionghoa Muslim dengan masyarakat Muslim pada umumnya. "Sampai sekarang, Tionghoa Muslim masih dianggap aneh. Bahkan kalau ke masjid pun masih ada yang melirik. Padahal sejarah sudah membeberkan bahwa penyebaran Islam di Nusantara, tak bisa dilepaskan dari para pedagang Tiongkok," kata Budi.

"Orang Tionghoa di Indonesia itu takut kepada orang Muslim. Ini sebenarnya stereotipe dari penguasa terdahulu yang banyak membatasi aktivitas keturunan Tionghoa. Saat ini kami tampil membawa aspirasi itu," kata Budi yang pernah terjun ke panggung politik dan sempat menjadi wakil rakyat di DPRD DIY dari FPAN.

Tertarik ke politik? "Itu harus saya lakukan, karena suara kami tidak pernah terwakili. Ya paling tidak ada satu wakil yang mau menyerukan keberadaan etnis Tionghoa di negeri ini, sebagai bagian dari masyarakat," ucapnya.

Bagi Budi, menjadi Muslim yang baik adalah barang yang berharga baginya. Seluruh syariat Islam dia jalankan termasuk berhaji, bahkan satu tahun berselang sejak dia memutuskan menjadi Muslim, dia langsung pergi ke Tanah Suci.

"Saya waktu berkonsultasi kepada para kiai, saya kan tidak hafal doa-doanya. Tapi saya mendapat jawaban bahwa para kiai pun sebenarnya tidak bisa menghafal seluruh doa di sana. Maka hati saya menjadi teguh dan jadilah saya berangkat," ucapnya.

Pada Ramadan ini, Budi sekeluarga juga menjalankan rutinitas seperti Muslim lainnya. "Berpuasa itu wajib, berzakat wajib dan beramal soleh, kami lakukan semampu kami. Karena kami hidup dari usaha dan kerja keras, maka kami tidak bisa main-main dengan peruntungan," kata Budi.

Menjadi Islam, lanjutnya, harus dengan kesadaran sepenuh-penuhnya. "Saya harus bisa jadi penengah. Sebenarnya orang keturunan Tionghoa itu sering ketakutan. Walau mereka sudah kehilangan identitas ke-Tionghoa-annya, namun mereka belum merasa diakui sebagai warga Indonesia," ucap Budi.

Source

Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.




0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com