Monday, October 29, 2007
Fatwa MUI Sebaiknya Soroti Masalah Substantif Bangsa, Bukan Rokok
Posted by |toekang.blog| at 11:12 AMBrisbane - Majelis Ulama Indonesia (MUI) sepatutnya tidak mencoba masuk ke "sesuatu yang sudah menjadi perdebatan panjang dalam fikih" seperti rencananya menfatwakan rokok haram karena, selain memicu perdebatan yang tak berkesudahan, rokok bukanlah masalah yang mendesak bagi bangsa saat ini.
"Ada apa MUI kembali mau menfatwakan sesuatu yang sudah menjadi perdebatan panjang dalam fikih? Ini pertanyaan besarnya. Seperti dulu pun, MUI kembali meributkan bunga bank di bank-bank konvensional, nah sekarang rokok," kata cendekiawan muda Muslim yang juga mahasiswa program doktoral UQ, Akhmad Muzakki.
Sebaliknya, mengapa MUI tidak menfatwakan "sesuatu yang sangat mendesak bagi kebutuhan bangsa Indonesia, seperti kebiasaan mengambil komisi atau insentif dari proyek-proyek pembangunan atau modus-modus praktik koruptif, katanya kepada ANTARA di Brisbane, Minggu, "Kenapa harus masalah rokok? Soal bunga bank dulu pun tak pernah selesai. Jadi kenapa harus sesuatu yang tidak selesai yang coba difatwakan MUI?" tanya Akhmad Muzakki menanggapi wacana publik tentang rencana MUI mengeluarkan fatwa rokok haram dalam beberapa hari terakhir ini.
Dalam kasus fatwa rokok haram ini, ia melihat adanya keinginan MUI "melakukan penunggalan atau homogenisasi" otoritas keagamaan di Indonesia padahal hal ini berbahaya karena menyangkut "khilafiah dalam fikih".
Selain itu, selama ini diketahui bahwa fatwa MUI itu tidak mengikat secara hukum (not legally binding) sehingga dalam konteks ini, MUI justru hanya akan merendahkan otoritasnya sendiri.
"Mestinya, MUI tahu bahwa karakter fatwa itu 'not legally binding'. Di sisi lain, umat Islam Indonesia masih cenderung punya kepatuhan pada organisasi kemasyarakatan Islam (seperti NU Muhammadiyah), bukan MUI," kata Akhmad Muzakki.
Dosen IAIN Surabaya itu lebih lanjut mengatakan, dalam merumuskan fatwa, terkadang terjadi paradoks di lingkungan MUI karena aktivitas pemberi fatwa sendiri terkadang memiliki kepentingan dengan keluarnya fatwa tersebut.
"Saya pribadi yakin bahwa tidak ada tarikan 'vested interest' (kepentingan pribadi/kelompok) yang tinggi terhadap sesuatu dari fatwa yang akan dikeluarkan," katanya.
Namun, dalam kasus fatwa bunga bank haram di bank-bank konvensional, misalnya, komisi fatwa MUI justru diisi oleh orang-orang seperti KH Ma'ruf Amin yang duduk di Dewan Nasional Syariah yang menjadi rujukan bank-bank syariah, katanya.
Dalam kasus bank syariah, sejauh ini, satu-satunya bank yang benar-benar bergerak sesuai dengan yang digariskan fatwa MUI tentang bunga bank haram, adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) sedangkan bank-bank umum yang memiliki unit syariah cenderung masuk kategori "bank-bank banci".
Terkait dengan rencana MUI mengeluarkan fatwa rokok haram ini, Akhmad Muzakki mengatakan, ia menduga MUI kembali ingin menaikkan posisi tawarnya terhadap pemerintah dan masyarakat Islam Indonesia karena sejak berakhirnya era Orde Baru, MUI berada di persimpangan jalan.
Keinginan MUI menaikkan posisi tawar seperti mencoba menfatwakan rokok haram padahal rokok bukanlah masalah substantif bagi bangsa saat ini tidak terlepas dari persoalan pasar umat Islam yang selama ini cenderung merupakan milik ormas-ormas Islam.
"Karenanya MUI tampaknya ingin bermain di dua kaki, yakni pemerintah dan masyarakat. Tapi, pendek kata, MUI janganlah mudah menfatwakan sesuatu apalagi hal itu sudah lama menjadi perdebatan fikih yang tidak jelas betul keharamannya," katanya.
MUI pun sepatutnya memikirkan faktor politis dan ekonomis dari fatwa rokok haram ini karena seberapa besar kerugian yang akan diderita umat Islam sendiri dari mundurnya perkembangan industri rokok di Tanah Air.
Mereka yang akan terkena imbasnya adalah tidak hanya pemilik pabrik rokok dan para pekerjanya yang sebagian besar mungkin orang-orang Islam maupun negara yang pajak pendapatannya berkurang, tetapi juga para pedagang eceran dan penjaja rokok jalanan, katanya.
"Akan lebih produktif kalau komisi fatwa MUI mencoba mengatasi masalah-masalah substantif bangsa seperti soal penerimaan komisi dalam proyek-proyek itu misalnya," kata Akhmad Muzakki menambahkan.
Seperti diberitakan media, Ketua MUI KH Ma'ruf Amin dalam pernyataannya 25 Oktober lalu mengatakan, pihaknya masih mempertimbangkan mudharat lainnya jika fatwa rokok haram dikeluarkan saat ini, seperti dampaknya terhadap nasib para petani tembakau dan para karyawan pabrik rokok.
Source
Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.
Labels: Agama, News, Religion (Agama), Sosial Politik

0 comments:
Post a Comment