Friday, April 27, 2012
Jakarta
Wapres Boediono meminta agar Dewan Masjid melakukan
pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Wapres menilai
suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke
sanubari dibanding suara yang terlalu keras.
Berkaca dari apa
yang disampaikan Wapres tersebut, sebenarnya aturan soal pengeras suara
itu sudah sejak lama diatur Kementerian Agama (Kemenag). Seperti dikutip
detikcom dari situs bimasislam.kemenag.go.id, Jumat (27/4/2012), aturan
itu sudah ada 1978. Soal pengeras suara itu diatur dalam instruksi
Ditjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam.
Soal pengeras suara
di masjid diatur dalam keputusan nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan
Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Keputusan itu
ditandatangani Dirjen Bimas Islam saat itu, Kafrawi, pada 17 Juli 1978.
Berikut aturan Bimas Islam mengenai syarat-syarat penggunaan pengeras suara:
1.
Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil
dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak
ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau
anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala
2.
Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca
Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak
tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk
menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid
dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang
mendengar selain menjengkelkan.
3. Dipenuhinya syarat-syarat yang
ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa,
dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan menimbulkan simpati
melainkan keheranan umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya
4.
Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam keadaan
siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang
beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali
azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda
dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas,
maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain
berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian
sekitarnya.
5. Dari tuntunan nabi, suara azan sebagai tanda
masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan
pengeras suara untuknya adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu
diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak,
merdu, dan syahdu.
Di dalam instruksi itu juga diatur bagaimana
tata cara memasang pengeras suara baik suara ke dalam ataupun keluar.
Juga penggunaan pengeras suara di waktu-waktu salat.
Source
Labels: pemertintah
0 comments:
Post a Comment