Referensi

Jasa Web Design

Sunday, November 22, 2009

Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Sulistyo Ishak mengatakan, Polri telah menyerahkan hasil kajian Polri terhadap rekomendasi Tim Delapan kepada Presiden, Sabtu (21/11) siang, terkait perkara yang menyeret Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto.

”Sudah diserahkan pukul 11.00,” kata Sulistyo. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerahkan hasil rekomendasi Tim Delapan kepada Polri untuk dipelajari.

Polri selama ini selalu menyatakan memiliki bukti cukup untuk menjerat Chandra dan Bibit dalam kasus dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang.

Secara terpisah, pengacara Anggodo Widjojo, Bonaran Situmeang, mengatakan, pihaknya tak pernah melaporkan media massa, termasuk Kompas dan Seputar Indonesia, ke kepolisian. Bonaran memastikan pihaknya justru melaporkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyadap telepon seluler Anggodo.

”Yang kami laporkan bukan media massa, yang kami laporkan adalah pimpinan KPK sehubungan perbuatan penyalahgunaan wewenang dalam melakukan penyadapan terhadap Anggodo,” kata Bonaran.

Keterangan Bonaran itu selaras dengan surat permohonan keterangan Polri yang disampaikan kepada Kompas. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa keterangan yang diinginkan polisi dari media massa merujuk pada dua laporan polisi yang belakangan diketahui sebagai laporan yang dibuat Anggodo dan Bonaran.

Bonaran menambahkan, saat melapor ke Mabes Polri, dirinya memang membawa bukti-bukti berupa sejumlah terbitan media massa yang memuat transkrip rekaman penyadapan KPK terhadap Anggodo. ”Salah satu yang saya bawa Kompas karena saya langganan Kompas,” katanya.

Sejumlah kalangan meyakini, pemanggilan media massa terkait laporan Anggodo dan Bonaran merupakan langkah Polri untuk memidanakan KPK kembali dengan mempermasalahkan proses penyadapan. Media massa hanya dijadikan pintu masuk untuk rencana tersebut.

Polisi sudah berniat memproses pidana penyadapan KPK sejak transkrip rekaman pembicaraan telepon Anggodo itu beredar di beberapa media massa. Setelah Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri mengatakan, polisi akan menyelidiki apakah proses penyadapan KPK tersebut sah.

Namun, keterangan Bonaran dan bunyi surat permohonan keterangan dari media massa itu bertentangan dengan keterangan Kepala Polri sewaktu rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis malam.

Menurut Bambang, menjawab pertanyaan anggota Dewan, pemanggilan pimpinan media dalam rangka proses percepatan pemeriksaan, menjadi saksi untuk terlapor Anggodo.

Hal serupa dikemukakan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Nanan Soekarna kepada pers, Jumat lalu. Menurut Nanan, permohonan keterangan dari media massa terkait rekaman penyadapan itu bertujuan untuk menjerat Anggodo. ”Justru kami ingin segera menjerat Anggodo sebagai tersangka,” ujar Nanan.

Mengenai perbedaan keterangan antara pihak Mabes Polri dan pengacara Anggodo tersebut, Nanan yang dihubungi Sabtu malam hanya dapat memastikan bahwa polisi tidak menyasar kembali KPK. ”Tidak, tidak ke sana arahnya. Nanti malah tambah masalah lagi. Kami justru tengah mencari celah ke Anggodo,” kata Nanan.

Soal rujukan laporan polisi Anggodo dan Bonaran, Nanan mengaku belum mengecek lagi. ”Kalau dia melaporkan KPK karena merasa disadap tidak sah, ya, itu hak dia melapor. Siapa saja bisa melapor,” kata Nanan.

Tak ada pilihan

Guru besar ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Bahtiar Effendi, menegaskan, Presiden harus melaksanakan rekomendasi Tim Delapan. ”Tidak ada jalan lain kecuali menjalankan rekomendasi Tim Delapan,” katanya.

Menurut dia, persoalan yang mencuat saat ini merupakan bukti bobroknya penegakan hukum di Indonesia. Seharusnya Presiden meminta pertanggungjawaban lembaga penegak hukum, terutama kepolisian dan kejaksaan.

Sebab, menurut Bahtiar, kedua lembaga itulah yang telah merusak citra Presiden dalam upaya pemberantasan korupsi. ”Soal makelar kasus itu sudah muncul berulang-ulang sejak tertangkapnya jaksa Urip, tetapi tidak pernah ada tindakan tegas. Seharusnya Presiden berani membersihkan semua yang terlibat kejahatan untuk memotong siklus makelar kasus,” ujarnya.

Hal senada dikemukakan pengamat politik Arbi Sanit yang mengatakan, Presiden mendapat dukungan untuk bertindak tegas dalam merespons rekomendasi Tim Delapan.

”Tindakan tegas itu di antaranya dengan mengganti aparat hukum yang bertanggung jawab, dalam hal ini Kapolri dan Jaksa Agung,” katanya.

Arbi Sanit menggarisbawahi, masalah hukum yang begitu rumit saat ini adalah tanda kegagalan dari Kabinet Indonesia Bersatu jilid pertama. Selain itu, DPR, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi juga ikut bertanggung jawab atas sistem hukum yang tidak berjalan.

Masih berharap

Meskipun mulai merasa pesimistis, kalangan pemuda dan mahasiswa masih berharap Presiden Yudhoyono akan menjalankan rekomendasi Tim Delapan, khususnya terkait proses hukum Bibit-Chandra.

Hal itu dikemukakan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Andi Sukmono Kumba, Sabtu.

”Indikasinya kuat, (rekomendasi) tidak dijalankan sesuai harapan masyarakat. Penanganan menjadi berbelit-belit,” katanya.

Meski demikian, Andi menyatakan masih menaruh harapan kepada Presiden untuk bersedia menjalankan rekomendasi Tim Delapan. Jika Presiden tetap tidak memiliki ketegasan untuk menyelesaikan polemik penegakan hukum, HMI siap melakukan perlawanan.

Keraguan serupa diungkapkan Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia. Dia mengaku khawatir Presiden tidak melaksanakan rekomendasi Tim Delapan.

Alasannya, Presiden terkesan membiarkan berbagai permasalahan yang melibatkan lembaga penegak hukum menjadi berlarut-larut. Sikap itulah, katanya, yang membuat rakyat semakin meragukan kesungguhan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Akibatnya, menurut Haris Rusly dari Forum Kepemimpinan Pemuda Indonesia, wajar bila gerakan menentang kebijakan pemerintah semakin banyak bermunculan. ”Gerakan massa itu bukan kehendak kami, tetapi kehendak situasi yang semakin tidak menentu,” katanya.

Source

0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com