Thursday, May 29, 2008
Sidoarjo: Bila Anda saat ini berada di atas tanggul di perbatasan Kecamatan Porong dan Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, sejauh mata memandang hanyalah semburan lumpur Lapindo yang terlihat. Ya, dua tahun sudah lumpur panas menyembur. Bahkan, hingga detik ini semburan lumpur masih menyusahkan warga di sana. Lebih dari 10 ribu rumah sudah tenggelam, sementara ganti rugi masih belum total dipenuhi.
Reporter SCTV Dian Ardianti melaporkan, peringatan dua tahun lumpur Lapindo disikapi korban lumpur dengan aksi damai, yakni dengan menggelar istigasah. Dalam doanya, sekitar 4.000 warga berharap permasalahan segera selesai. Warga yang berasal dari belasan desa dari tiga kecamatan di Kabupaten Sidoarjo yang semuanya terkena dampak meminta agar sisa ganti rugi 80 persen yang dijanjikan pihak Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya, segera dibayar tunai dan langsung.
Dua tahun sudah semburan lumpur pertama kali menenggelamkan banyak rumah dan bangunan di Sidoarjo. Tak terbilang besar kerusakan materiil maupun immateriil. Baik yang masih menyembur maupun yang sudah mengering, lumpur telah menenggelamkan banyak rumah. Bukan hanya lahan yang terendam. Tak kurang dari 10 ribu rumah, puluhan rumah ibadah, pabrik dan tempat usaha tenggelam dalam lumpur di tiga kecamatan di Sidoarjo. Belum lagi kerusakan infrastruktur.
Yang terjadi mungkin sulit dipercaya. Awalnya, pihak Lapindo Brantas mengebor sedalam ribuan meter, mencari gas alam, Namun proses pengeboran ternyata mengesampingkan penggunaan pengaman. Tapi, ada pula yang menganggap semburan Lapindo di Jatim, ada kaitannya dengan gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terjadi sehari sebelumnya. Sekalipun demikian, yang jelas, sejak saat itu lumpur mulai menyembur tanpa henti.
Pembangunan tanggul tak cukup menahan. Bahkan tanggul sempat jebol. Ada beberapa skenario pemerintah untuk menanggulangi semburan lumpur, mulai dari pembuangan ke Kali Porong sampai pemakaian rangkaian bola beton. Namun, kenyataannya, sampai sekarang semburan lumpur belum juga berhenti. Bahkan belakangan muncul berbagai fenomena baru berupa semburan air bercampur gas metan yang dinilai pakar sangat berbahaya bagi kesehatan. Semburan ini baru terjadi minggu lalu.
Menghadapi keadaan seperti itu, seorang ibu pun menangis. Tangisan ini mungkin mewakili jeritan warga Sidoarjo yang seperti hanya menunggu nasib. Entah kapan hidup mereka akan kembali normal.
Source
Labels: Bencana dan Kecelakaan, News, Sosial Politik
0 comments:
Post a Comment