Referensi

Jasa Web Design

Monday, March 3, 2008

[JAKARTA] Sudah waktunya pemerintah bersikap tegas terhadap tindak kekerasan, penodaan, serta penutupan sejumlah tempat ibadah. Ketidaktegasan akan memberi peluang terjadinya aksi serupa di banyak daerah. Tindakan itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan bertentangan dengan konstitusi. Demikian benang merah diskusi "Kebebasan Beragama dalam Konstitusi", di Jakarta, Jumat (29/2).

Pembicara dalam diskusi, antara lain mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Syafii Maarif, guru besar Ilmu Filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis Suseno, anggota Dewan Penasehat Presiden, Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum, Frans Hendra Winata, Ketua Nahdlatul Ulama, Masdar F Mas'udi, cendekiawan Muslim, Djohan Effendi, dan aktivis HAM, Asmara Nababan.


Melindungi Kebebasan

Menurut Adnan Buyung Nasution, konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan berbagai perjanjian internasional sudah tegas melindungi kebebasan beragama. "Negara harus melindungi semua agama, aturannya sudah lengkap. Sebelum masa kemerdekaan, masyarakat dengan berbagai keragamannya sudah ada, kemudian baru dibangun negara," ujarnya.

Selain itu, dia mengatakan, di masyarakat timbul pergolakan ketika suatu agama merasa kuat sehingga mengeluarkan fatwa menentang agama yang lain, bahkan fatwa ini diakui begitu saja oleh pemerintah.

Syafii berpendapat, negara tak hanya harus melindungi mereka yang beragama, tapi juga yang tidak menganut agama. Namun, ia melanjutkan, Pasal 156-A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana melarang seseorang tidak beragama. "Padahal Al-Quran saja sangat bertoleransi, yang tidak beragama tetap diberi hak hidup asalkan tidak mengganggu kehidupan di masyarakat.

Frans Hendra dan Masdar menyatakan, UUD 1945 sebenarnya telah menjamin kebebasan beragama, tapi aturan di bawahnya bermasalah sehingga perlu ditinjau ulang agar tidak bertentangan dengan Pasal 28 dan Pasal 29 UUD. Menurut Masdar, munculnya kekerasan bukan dari persoalan hukum ataupun ayat suatu kitab suci. "Persoalan bisa muncul dari segi psikologis. Karena merasa termarginalkan, mudah curiga kepada orang lain karena ada perbedaan kata dan simbol," tuturnya. [E-5]

Source

0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com