Referensi

Jasa Web Design

Tuesday, March 4, 2008

Debat Soal Ahli Waris Soeharto Alot

Jakarta:Perdebatan soal ahli waris dalam sidang lanjutan gugatan perdata pemerintah terhadap Yayasan Supersemar dan bekas presiden Soeharto berlangsung alot. Bustanul Arifin, saksi ahli yang diajukan pihak keluarga Cendana, membantah seluruh dalil hukum yang digunakan tim jaksa pengacara negara. ”Status tergugat tidak bisa dipindahkan ke ahli waris,” kata Bustanul di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Menurut Bustanul, suatu perkara tidak berhubungan warisan. Tapi Bustanul tidak menyebutkan alasan hukum tidak dibolehkan ahli waris menggantikan posisi tergugat yang meninggal. Alasannya, kata dia,”Panjang. Itu bisa dua semester.”

Pemerintah menggugat secara perdata Yayasan Supersemar dan Soeharto dengan nilai ganti rugi sebesar dana yang pernah diterima yayasan, yakni US$ 420 ribu dan Rp 185 miliar serta gugatan imateril sebesar Rp 10 triliun. Kejaksaan sebagai jaksa pengacara negara menilai, Yayasan Supersemar melakukan penyalahgunaan dana pemerintah. Sedangkan Soeharto dinilai melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan tata aturan pengucuran dana pemerintah ke yayasan.

Dalam sidang yang dipimpin hakim Wahjono, Bustanul mengatakan, pengadilan negeri bukan tempat untuk meributkan soal ahli waris. ”Seharusnya di pengadilan agama,” ujarnya.

Bustanul diajukan sebagai saksi ahli setelah hakim mengabulkan permohonan Sigit Hardjojudanto, putra sulung Soeharto. Bustanul adalah bekas Hakim Agung di era Orde Baru. Dia juga pernah menjabat rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang dan pernah menjabat ketua penyusun kompilasi hukum Islam.

Menanggapi keterangan ahli, jaksa pengacara negara Yoseph Suardi Sabda mengatakan, pihak Soeharto mencoba berkelit dari hukum acara perdata. Dia menilai, dalam sidang gugatan perdata ini, pendapat saksi ahli tersebut bersifat tidak mengikat. ”Semua tergantung hakim,” katanya.

Adapun pengacara Soeharto, O.C Kaligis, menyatakan bahwa ahli waris tidak bisa mewakili sebuah kasus perdata. Itu, kata dia, ditegaskan oleh seorang pakar hukum perdata, Bustanul Arifin. "Jadi tak ada kewajiban anaknya untuk menggantikan posisi tergugat," katanya.

Source



0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com