Referensi

Jasa Web Design

Saturday, December 1, 2007

Jakarta - Kecelakaan kapal yang frekuensinya makin tinggi selama beberapa tahun terakhir ternyata banyak disebabkan kualitas SDM yang rendah. Persaingan yang semakin ketat menciptakan sistem nakhoda instan.

Hal tersebut disampaikan Ketua Mahkamah Pelayaran (Mahpel) Tjahjo Wilis Gerilyanto dalam jumpa pers di Hotel Millennium, Jl Fachrudin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (30/11/2007).

"Kalau dulu untuk menjadi nakhoda pendidikannya lama dan bertingkat. Kalau sekarang lulus SMA saja sudah bisa menjadi nakhoda. Kalau zaman saya dulu jadi nakhoda nggak ada itu," kata Tjahjo.

Menurut Tjahjo, itu bisa terjadi karena perusahaan pelayaran semakin bertambah sehingga banyak tenaga perwira kapal yang dibutuhkan. Apalagi ada persaingan yang semakin ketat, sehingga semakin mendukung munculnya nakhoda yang tidak dibekali pendidikan yang memadai.

Apa yang diungkapkan Tjahjo itu berdasar data 235 kasus yang diterima Mahpel selama tahun 2002 hingga November 2007. Dari jumlah itu, 183 kasus sudah diputus dan 19 kasus dikembalikan berkasnya karena tidak memenuhi syarat.

Dari 183 kasus yang diputus, 93 kasus terbukti disebabkan oleh SDM, 47 karena alam seperti cuaca dan badai, dan 43 kasus disebabkan teknis seperti kerusakan mesin.

Sedangkan jenis kecelakaan kapal dari 235 kasus itu terdiri dari kapal tenggelam 84 kasus, kapal kandas 34 kasus, kapal terbakar 32 kasus, kapal tubrukan 49 kasus, dan lain-lain 36 kasus.

Mahpel, lanjutnya, selama ini berada di bawah Ditjen Perhubungan Laut Dephub yang bisa menyidangkan para perwira kapal seperti nakhoda dan mualim.

"Ini pengadilan profesi. Hanya bisa menyidangkan nahkoda dan perwira kapal sebagai tersangkut. Sanksinya pun hanya sanksi administratif berupa pencabutan ijazah maksimal 2 tahun," kata dia.

Jika pengadilan umum menggunakan KUHP atau KUH Perdata dalam dakwaannya, Mahpel mengacu pada KUH Dagang, selain tentu UU 21/1992 tentang Pelayaran dan hukum turunannya.

Namun, jika ada pihak-pihak yang tidak puas, seperti keluarga korban atau bahkan keluarga perwira kapal, hasil pengadilan di Mahpel bisa dijadikan dasar menuntut ke pengadilan umum (perdata/pidana).

"Polisi juga bisa menggunakan hasil ini jika diindikasikan ada unsur kriminal dalam kecelakaan kapal," ujar dia.

Hasil yang bisa digunakan pihak ketiga inilah, imbuhnya, yang membedakan Mahpel dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) karena Mahpel juga menyelidiki kecelakaan kapal. "Penyelidikan lanjutan, kalau memang dari Ditjen Perhubungan Laut menghendaki ini diselidiki dan dilanjutkan ke pengadilan," kata dia.

Selain menghukum administrasi perwira kapal, temuan lain yang timbul selama persidangan akan diserahkan ke Menhub sebagai rekomendasi dan masukan.

"Seperti kalau ada regulasi yang perlu diperbaiki. Apakah ditindaklanjuti atau tidak itu sudah bukan wewenang kita. Mahpel kan bertanggung jawab sama Menhub, karena di bawah Menhub langsung. Kita bukan lembaga yudikatif," kata dia.

Lainnya, jika pengadilan umum biasa terdiri dari 3 hakim, maka Mahpel minimal mempunyai 5 hakim dalam bersidang. "Itu terdiri dari ahli nautika, teknik perkapalan, dan ahli hukum," imbuh Tjahjo.

Mahpel dibatasi waktu selama 217 hari sejak menerima berkas kasus hingga sidang putusan. Tak heran tunggakan kasus per tahun mencapai 10-15 kasus. "Itu yang biasanya masuk akhir tahun. Ya kita sidangkan tahun berikutnya," ujar dia.

Kasus-kasus yang pernah ditangani Mahpel antara lain tenggelamnya KM Senopati di utara Laut Jawa, Januari 2007 lalu. Serta terbakar dan tenggelamnya KM Levina 1 di Perairan Muara Gembong, Kepulauan Seribu, Februari 2007.

Mahpel Daerah

Mahpel yang peninggalan jaman Belanda ini didirikan 1934 berdasarkan konvensi internasional Safety of Life at Sea (Solas). Meski demikian, struktur dan fungsi Mahpel masih seperti jaman didirikannya dulu.

"Masih begini-begini saja. Terdiri dari 15 anggota hakim dan berkedudukan masih di ibukota negara," kata Tjahjo.

Tjahjo berharap Mahpel juga bisa menjangkau seluruh pelosok Indonesia yang berbentuk kepulauan ini. Karena, banyak kecelakaan kapal yang tidak dilaporkan.

"Hasil survey Mahpel di 8 pelabuhan Indonesia, ada 625 kasus kecelakaan kapal selama 2002-2007. Yang diserahkan 235 kasus. Tak jarang Mahpel juga bersidang in absentia karena tersangkut tak punya uang untuk ke Jakarta," tuturnya.

Untuk itu, Tjahjo sudah mengusulkan kepada Menhub agar dibentuk Mahpel di Belawan untuk Indonesia bagian barat, dan di Makasar untuk bagian timur selain di Jakarta.

"Mudah-mudahan disetujui.Karena itu menyangkut masalah anggaran dan juga SDM. Mencari SDM yang ahli untuk Mahpel itu sulit. Padahal yang kita sidangkan kan profesional. Itu juga bergantung pada Men PAN dan Mensesneg, apakah disetujui atau tidak," kata dia.

Di Jakarta, Mahpel berkedudukan di Jalan Kelapa Gading Boulevard Timur, persisnya di depan RS Gading Pluit, Jakarta Utara.

Selain Indonesia, negara anggota Intenational Maritime Organization (IMO) yang mempunyai pengadilan semacam Mahpel antara lain Inggris, Jepang, dan Malaysia.


Source

Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.

0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com