Saturday, December 1, 2007
Jakarta - Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penggunaan dana dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar menyalahi prosedur karena dilakukan tidak atas izin DPR dan hasilnya juga tidak dilaporkan kepada DPR RI.
"Laporan BPK tahun 2003 tidak ditemukan adanya aliran dana itu. Adapun audit pendalaman yang dilakukan BPK harus atas izin DPR dan hasilnya diserahkan pula ke DPR. Untuk dana Rp100 miliar ini tidak atas izin dari DPR dan hasilnya juga tidak pernah disampaikan ke DPR," kata Anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 Max Moein di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat.
Dia mengemukakan, dengan tidak ada pemberitahuan ke DPR dan hasilnya tidak pernah diserahkan kepada DPR, BPK telah menyalahi prosedur. Karena itu, langkah BPK melakukan audit itu diduga memiliki tujuan tertentu.
"Dari mana ditemukan data-data itu, padahal badan supervisi BI sudah melakukan penelitian tidak menemukan penyimpangan di BI," katanya.
Dia menyatakan DPR tidak pernah meminta BPK melakukan pendalaman atas penggunaan dana BI karena tidak adanya dugaan penyimpangan.
"Jadi kalau ditanya dari mana munculnya data-data yang dilaporkan Anwar Nasution ke KPK itu tentu saja tanyakan sama Anwar Nasution. Maksud dan motifnya apa tanya juga sama dia. Tanya sama yang `ngirim` data dan yang menyampaikan `nuduh`," kata Max yang kini menjadi anggota Komisi XI DPR RI.
Dia menyatakan, selama pembahasan RUU tentang Bank Indonesia (BI), Komisi IX DPR tidak pernah menerima dana tersebut. "Dalam revisi UU tentang BI, pihak BI itu sangat dirugikan. Tidak masuk akal memberi dana ke DPR, sementara BI adalah pihak yang dirugikan," katanya.
BI dirugikan karena berdasarkan UU BI yang dibahas oleh Komisi IX DPR periode 1999-2004, tidak lagi diizinkan memberikan kredit, tidak boleh punya perusahaan, BI tidak lagi mengawasi perbankan karena fungsi pengawasannya diganti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan manajemen BI diawasi badan supervisi.
"Kalau dikatakan bahwa dana BI diberikan kepada anggota DPR untuk menyelesaikan kasus BLBI juga tidak amsuk akal karena BI justru menjadi pihak yang harus bertanggungjawab atas dana Rp144 triliun lebih dana BLBI yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," katanya.
Akhirnya, BI hingga kini masih harus mencicil dana BLBI yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp144 triliun lebih. Pengembalian dana BLBI itu tidak menggunakan APBN. "Setahu saya, pada Juli 2007 BI menyetor cicilan BLBI ke pemerintah sebesar Rp13,7 triliun. Dengan demikian tidak masuk akal BI memberikan dana ke DPR karena dalam dua hal tersebut BI kalah," katanya.
Dia menduga ada "permainan" tertentu untuk menyeret anggota DPR. "Hasil amendemennya sudah tegas bahwa BI menjadi institusi mandiri, independen dan tidak mudah diintervensi. Sebelum dilakukan revisi, pemerintah gampang sekali melakukan intervensi ke BI, apalagi BI merupakan bagian dari pemerintah," katanya. (*)
Source
Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.
Labels: Bisnis dan Ekonomi, News
0 comments:
Post a Comment