Referensi

Jasa Web Design

Sunday, November 11, 2007

15 November tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampak semringah saat meresmikan Bandara Juanda baru. Dia mengaku kagum dengan berbagai fasilitas yang tersedia. Bahkan, dia berani mengklaim bahwa bandara itu layak disebut sebagai bandara internasional.

Tidak hanya SBY, seluruh jajaran PT Angkasa Pura maupun Departemen Perhubungan (Dephub) berani mengklaim bahwa Juanda baru bisa disejajarkan dengan beberapa bandara internasional lain.

Kini, hampir genap setahun Bandara Juanda baru dioperasikan. Namun, masih layakkah bandara yang dibangun dengan dana sekitar Rp 1,2 triliun itu disebut sebagai bandara internasional? Dari kelengkapan fasilitas dan megahnya bangunan, cap sebagai bandara internasional masih cukup layak disematkan.

Tapi, untuk masalah lain, status itu tampaknya perlu ditinjau ulang. Sebab, kondisinya tidak jauh beda dengan bandara lain yang statusnya masih lokal. Cukup banyak problem yang membuat status bandara internasional layak ditinjau lagi. Yang paling terlihat adalah masalah penataan serta pelayanan.

Untuk masalah penataan, misalnya, ada beberapa hal yang layak dikritisi. Di antaranya, kebersihan. Sejauh ini, pengelola bandara belum sepenuhnya menyentuh hal itu. Terbukti, masih banyak sampah yang berceceran di sekitar bandara tersebut. Itu bisa dilihat di sekitar terminal keberangkatan internasional dan domestik serta kedatangan internasional maupun domestik.

Yang paling mencolok adalah banyaknya pengunjung yang merokok di sembarang tempat. Alih-alih mau membuang abu dan puntung rokok di tempat sampah, mereka justru menaruhnya di posisi mereka berada. Tak pelak, lantai yang asalnya kinyis-kinyis berubah menjadi penuh "abu rokok".

"Sebenarnya, saya juga risi membuang abu rokok di lantai. Tapi, bagaimana lagi? Saya hanya ikut-ikutan orang di sebelah ini. Dia juga membuang sembarangan. Selain itu, tempat sampahnya jauh," kata Rohmanto, salah seorang pengguna bandara, sambil menunjuk orang di dekatnya.

Tak berlebihan jika kebersihan Bandara Juanda dipertanyakan. Sebab, selain banyak abu rokok yang membekas di lantai, sampah bekas nasi bungkus terlihat jelas di sekitar tempat duduk depan display.

Mengapa itu bisa terjadi? Cukup banyak faktor penyebabnya. Salah satunya adalah ulah para pengunjung. Maklum, tak sedikit di antara mereka yang mbontot (membawa makanan bungkus) ketika akan bepergian jauh atau sekadar menjemput dan mengantar keluarga. Sesaat setelah menghabiskan nasi, bungkusnya langsung ditumpuk menjadi satu, mepet di pinggir tembok. Kemudian, mereka berdiri mencari lokasi yang ada tanahnya. "Di situ saja cuci tangannya. Di taman bunga agar airnya bisa meresap," ujar salah seorang anak kepada bapaknya yang mengaku berasal dari Trenggalek.

Setelah selesai cuci tangan dengan air mineral, mereka menggelar koran. Tak tanggung-tanggung, satu keluarga dengan jumlah lima orang itu langsung tidur-tiduran di tempat tersebut. Ada juga yang sambil leyeh-leyeh. Padahal, sampahnya belum dibuang. "Maaf Pak, sampahnya saya ambil ya," kata seorang cleaning service menghampirinya.

Sejauh ini, memang belum ada aturan tegas bagi pengunjung yang membuang sampah sembarangan. Yang mereka lakukan hanya antisipatif. Yakni, menempatkan petugas kebersihan di beberapa sudut dan mungkin hanya itu solusi terbaik.

Problem penataan lainnya adalah sirkulasi kendaraan. Kondisinya, ternyata, tidak jauh beda dengan bandara lama. Pada awal pengoperasiannya, PT Angkasa Pura menerapkan aturan bahwa jalan di depan pelataran bandara murni sebagai jalan akses. Seluruh kendaraan diparkir di lokasi yang sudah disediakan.

Nyatanya, itu tidak berlangsung lama. Kini pelataran bandara ibarat lahan parkir baru. Salah satu yang paling mencolok adalah vallet parking bikinan PT AP I. Idealnya, dengan sistem tersebut, pemilik kendaraan cukup memarkir di depan pelataran bandara. Setelah itu, petugas vallet memindahkan mobil itu ke lokasi parkir yang tersedia. Fakta di lapangan, ternyata, petugas tidak menaruhnya di lokasi parkir.

Tidak hanya kendaraan pribadi, angkutan masal yang beroperasi di sana terkesan berebut lahan untuk mendapat tempat. Contohnya, taksi yang mendapat jatah khusus untuk parkir.

Minimal, 10-15 taksi datang silih berganti memenuhi kawasan vallet service bandara. Baik di tempat kedatangan domestik maupun internasional. Posisi taksi tersebut tidak hanya sebaris. Sedikitnya, ada tiga taksi yang berjejer memanjang mengikuti panjang vallet bandara. Bahkan, saking banyaknya, taksi itu sampai menutup jalan menuju tempat parkir.

Alhasil, akses di depan pelataran Juanda ibarat lahan parkir baru. Akses yang seharusnya dua lajur akhirnya terpotong tinggal satu lajur. Jangan heran jika kemacetan kerap terjadi di sana.

Padahal, jika mau lebih tertib, lokasi parkir masih mampu menampung kendaraan-kendaraan yang ada. Dengan luas 61.848 meter persegi, lahan parkir itu bisa menampung 2.000 kendaraan. Sayang, para petugas jarang mengatur para pengendara untuk langsung tertib menuju tempat parkir. Akibatnya, kesemrawutan kian menjadi.

Selain masalah penataan, kenyamanan pelayanan masih layak dievaluasi. Salah satunya adalah sikap ramah yang seharusnya dimiliki para petugas keamanan, kebersihan, informasi, ataupun penjaga pintu masuk dan keluar penumpang.

Petugas pos informasi, misalnya. Kamis, 8 November 2007 sekitar pukul 13.00, tatkala pengunjung meminta untuk memanggilkan nama seseorang, wajah manisnya tidak kunjung datang. "Ditujukan pada Sutresmi, calon penumpang asal Magetan, ditunggu Bu Nani di depan pos informasi. Terima kasih," dua kali petugas tersebut memanggilnya. Namun, orang yang dipanggil tak kunjung tiba. Tak lama kemudian, Nani meminta tolong lagi kepada petugas tersebut untuk memanggil nama Sutresmi agar segera datang.

Lantas, apa yang terjadi? Petugas itu malah membentaknya. "Kalau sudah dipanggilkan orangnya tidak kunjung datang, berarti tidak ada di kawasan ini, Bu," katanya dengan nada tinggi. Lantas, Nani pergi dengan raut muka agak kecewa.

Problem lain yang perlu mendapat perhatian adalah prosedur pengamanan di Juanda. Padahal, masalah itu menjadi salah satu indikator penting. Salah satu faktor penyebabnya adalah keseriusan para petugas di lapangan.

Salah satu contoh konkret adalah penjagaan pintu masuk ke area check-in. Beberapa pintu memang sudah dijaga. Tapi, masih ada bebarapa titik lain yang kerap terlewatkan. Alhasil, para pengunjung bisa leluasa masuk.

Misalnya, di pintu masuk sebelah barat check-in area terminal domestik. Di sana, ada satu pintu keluar yang dijaga "ketat" petugas. Namun, para petugas tampaknya mulai teledor.

Bahkan, kerap kali petugas nekat "bermain-main". Pengunjung yang hendak masuk lewat pintu tersebut diperbolehkan dengan catatan harus memberi "iming-iming" terlebih dahulu. Kemudian, mereka baru bisa masuk. Padahal, selain penumpang yang hendak check-in, pengunjung dilarang memasuki area dalam. Itu pun harus melalui jalur keberangkatan dan diperiksa dengan x-ray.

Kenyataannya, banyak petugas yang mencari ceperan dengan seenaknya memasukkan pengunjung yang tidak jelas arahnya akan ke mana. "Awalnya, saya dihadang petugas itu. Tapi, begitu saya beri uang Rp 50 ribu, mereka langsung memperbolehkan saya masuk ke dalam," kata Santoso, salah seorang pengunjung bandara.

Kabid K2B (Keamanan dan Ketertiban Bandara) Juanda Aries Martono mengatakan, pihaknya sudah berkali-kali mengingatkan pada PT Angkasa Pura I sebagai pengelola bandara agar lebih proaktif dalam menjalankan tugas. Sebab, Juanda termasuk bandara bertaraf Internasional yang harus dikelola dengan baik. "Dengan demikian, tak ada lagi keluhan dari masyarakat yang menggunakan jasa Bandara Juanda. Selain itu, pengunjung akan terlayani dengan maksimal," terangnya.

Edmundus Priyono, Humas PT Angkasa Pura I, mengatakan bahwa pihaknya kerepotan mengatasi masalah semacam itu. Sebab, kata dia, seandainya ada orang yang memarkir kendaraanya di luar ketentuan, lantas kami mengusirnya, hal tersebut tidak akan mnyelesaikan masalah. Justru akan menimbulkan permasalahan baru. "Sebab, pengunjung hanya akan takut pada petugas yang berbaju doreng saja. Kenyataannya, pengunjung malah menentang petugas saat ditegur. Nah, di situ letak kesulitannya. Apalagi, antara pengunjung dan petugas, lebih besar pengunjung. Jadi, petugas membiarkan saja mereka," ungkapnya.

Hal yang sama terjadi pada orang yang merokok sembarangan. Saat ditegur ketika membuang puntung sembarangan, tak sedikit yang melawan. Akibatnya, para petugas hanya diam. "Selama ini, petugas memang ngalahi (mengalah, Red) terhadap kasus seperti itu. Sebab, antara petugas dan pengunjung, terkadang lebih berani pengunjung. Jadi, petugas ya juga tidak berani menegur," kata Priyono.

Meski begitu, pihaknya tidak hanya diam di tempat. Mereka sudah memberi contoh kepada para pengunjung yang merokok agar tak membuang puntung sembarangan. Dia mencontohkan, saat petugas mengambil sampah atau puntung rokok, itu akan diperlihatkan pada pengunjung. "Harapannya, mereka bisa sadar dengan perlakuan yang tidak semestinya tersebut," ungkapnya.

Pejabat asal Jogjakarta itu mengungkapkan, selama ini memang tidak ada aturan tegas bagi mereka yang membuang sampah sembarangan. "Yang jelas, upaya kami tetap preventif. Sebab, akar permasalahan ini adalah budaya masyarakat kita yang memang kurang memiliki disiplin. Beda dengan luar negeri. Masyarakatnya punya kesadaran untuk menjaga seluruh fasilitas umum," tandasnya.

Soal pungutan petugas yang melakukan pungli di pintu masuk, Priyono mengaku sudah lama memberi peringatan kepada petugas. Namun, memang masih ditemui hal seperti itu. "Tidak hanya di sini (bandara baru, Red), waktu di bandara lama juga begitu," ujarnya.

Source

Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.


0 comments:

 

Power by Grandparagon @ 2007 - 2008 Beritadotcom.blogspot.com