Monday, November 19, 2007
JAKARTA - Berbagai langkah menyikapi fluktuasi harga minyak menjadi fokus KTT OPEC di Riyadh, Arab Saudi, yang ditutup Raja Abdullah kemarin (18/11). Salah satu upaya meredam fluktuasi tersebut adalah mengganti patokan harga minyak yang saat ini menggunakan dolar AS.
Usul itu kali pertama dikemukakan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang sering berseberangan pendapat dengan AS. Ahmadinejad didukung Presiden Venezuela Hugo Cavez yang juga hadir dalam KTT kali ini.
Proposal itu kali pertama dikemukakan dalam perdebatan para menteri anggota OPEC, Jumat (16/11). Kedua negara tersebut melontarkan proposal berani untuk tidak lagi menggunakan mata uang dolar AS karena nilainya terus merosot. Iran mendesak agar perwakilan anggota OPEC memikirkan alternatif mata uang lain, seperti euro.
Melemahnya kurs dolar AS, khususnya terhadap mata uang bersama Uni Eropa itu, dalam 12 bulan terakhir memang banyak merugikan negara-negara anggota OPEC. Penerimaan dari hasil penjualan minyak tergerus hebat, mengingat harga minyak ekspor semuanya dihitung dalam dolar AS.
Menanggapi desakan delegasi Iran, Sekjen OPEC Abdullah al-Badri menyerukan agar anggota OPEC meningkatkan kerja sama di sektor keuangan agar usulan Iran bisa terwujud. "OPEC akan melakukan studi untuk menemukan cara efektif meningkatkan kerja sama di sektor keuangan antaranggota. Hal ini untuk merespons usulan beberapa kepala negara," ujarnya tanpa menyebut jelas usulan dari Iran yang didukung Venezuela dan Indonesia itu.
Akhirnya, setelah berdebat alot berjam-jam, proposal perubahan mata uang itu dijamin tidak akan masuk dalam komunike akhir KTT.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud Al-Faisal pun mengingatkan para anggota OPEC bahwa isu tersebut sangat sensitif dan justru bisa melemahkan nilai mata uang dolar AS yang ujung-ujungnya justru merugikan mereka sendiri.
OPEC memang selalu menjadi faktor penting di dunia. Sebab, OPEC menyuplai 40 persen kebutuhan minyak dunia dan menyimpan 80 persen cadangan minyak dunia. Kartel negara-negara eksporter minyak itu bisa mengguncang situasi dunia karena mereka mempunyai kapasitas untuk menambah atau mengurangi produksi minyak dunia. Tapi, lagi-lagi, Saud Al-Faisal menjamin bahwa negaranya komit terhadap stabilisasi harga minyak.
Klimaks yang mungkin terjadi adalah Iran dan Venezuela mundur dari OPEC. Kemungkinan itulah yang lebih berpotensi dirundingkan oleh pemimpin negara Arab ketimbang semakin nyaringnya bunyi lonceng kematian di negara-negara Dunia Ketiga yang sedang tercekik tingginya harga minyak dunia.
Wakil Presiden M. Jusuf Kalla sendiri menilai usul presiden Iran tersebut bisa menjadi alternatif untuk meredam kestabilan harga minyak. Pernyataan itu dikemukakan setelah keduanya bertemu di vila Dir’iyah, tempat Ahmadinejad menginap.
Seperti ditegaskan pada awal pertemuan, KTT OPEC akhirnya menyepakati tidak menambah pasokan minyak secara drastis untuk mengerem laju harga yang kian mendekati USD 100 per barel.
Pada pernyataan bersama yang dibacakan pada akhir KTT, 13 negara anggota OPEC sepakat untuk melakukan stabilisasi ekspor dalam upaya menjaga perdamaian dunia. "Kami memutuskan untuk terus menyuplai produksi ke pasar sesuai dengan besarnya kebutuhan dunia," bunyi pernyataan dalam bahasa Arab.
Negara-negara anggota OPEC juga sepakat mendukung gerakan memasyarakatkan teknologi minyak bersih (clean oil). Teknologi ini mengupayakan semua aktivitas eksplorasi minyak akan dilakukan dengan teknologi ramah lingkungan.
Sementara itu, pertemuan Wapres Kalla dan Ahmadinejad dibicarakan hubungan bilateral kedua negara, khususnya dalam aspek investasi.
Kedua negara telah membicarakan isu investasi pembangunan pabrik pupuk di Iran, yang melibatkan PT Pupuk Sriwijaya.
Sebelumnya, Kalla juga mengatakan bahwa Indonesia akan mengusulkan pembentukan semacam lembaga keuangan OPEC untuk membantu negara-negara yang kesulitan keuangan akibat dampak kenaikan harga minyak dunia.
"Kita akan usulkan adanya semacam OPEC Fund dari negara-negara OPEC. Nanti uangnya untuk membantu negara-negara yang mengalami kesulitan keuangan akibat kenaikan harga minyak," kata Kalla seperti dikutip INNChannels.
Menurut Wapres, dana OPEC tersebut sangat penting dan sejalan dengan dua usul Indonesia lainnya. Ketua umum Partai Golkar itu menjelaskan, dalam KTT OPEC ini secara simultan Indonesia juga mengajukan dua usul.
"Pertama, harus ada pengaturan adanya keseimbangan antara negara-negara produsen minyak dengan negara-negara komsumen. Hal itu sesuai hasil kesepakatan dalam KTT OPEC Pertama di Aljazair," jelasnya.
Untuk itu harus dijaga agar harga minyak dunia tidak terlalu melambung tinggi sehingga terjadi ketidakseimbangan. Negara produsen mendapatkan keuntungan sangat besar, sedangkan negara konsumen dirugikan. "Kedua, adanya program minyak untuk hutan (oil for forest) dan minyak untuk pendidikan (oil for education)," paparnya.
Wapres menjelaskan, dengan adanya kenaikan harga BBM, negara-negara konsumen kesulitan keuangan. Dampaknya akan menyulitkan keuangan negara-negara konsumen yang pada akhirnya juga kesulitan meningkatkan pendidikan. Untuk itulah, tambah Wapres, perlu adanya program minyak untuk pendidikan.
Di sisi lain, konsumsi BBM yang tinggi di dunia akan berpengaruh terhadap pemanasan global. Dan yang sangat berperan untuk menyerap emisi akibat konsumsi BBM dan sebagai paru-paru dunia adalah hutan tropis. Karena itu, perlu ada kompensasi bagi negara-negara yang memiliki hutan tropis agar bisa menjaga kelestarian hutannya.
Indonesia memiliki hutan tropis terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Karena itu, Indonesia harus mendapatkan dana kompensasi untuk menjaga kelestarian hutan tropisnya tersebut agar bisa maksimal berfungsi sebagai paru-paru dunia. "Karena itu, penting segera dibentuk dana OPEC untuk itu semua," tegasnya.
Pengamat perminyakan Madjedi Hasan mengemukakan bahwa usul untuk mengganti dolar AS dengan Euro merupakan sikap yang normal mengingat stabilitas dolar AS yang semakin menurun akhir-akhir ini.
"Itu hal yang wajar karena nilai tukar AS terus menurun. Sebaliknya, Euro justru semakin kuat. Jadi bukan hanya di minyak saja; kalau ini terus terjadi, dolar AS akan semakin ditinggalkan," ujarnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
Menurut Madjedi, usul tersebut juga pasti akan ditentang oleh Arab Saudi karena negeri petrodollar itu memiliki banyak investasi di Amerika Serikat. "Kebanyakan investasi Arab dalam mata uang dolar AS. Oleh karena itu, ini (usul pergantian dolar AS) pasti akan ditentang oleh Arab. Jadi, semua bertindak dengan kepentingan masing-masing," ulasnya.
Mantan Senior Advisor Lirik Petroleum itu juga menjelaskan bahwa masalah harga minyak juga tidak bisa diselesaikan dengan menaikkan produksi OPEC.
Source
Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.
Labels: Bisnis dan Ekonomi, News
0 comments:
Post a Comment