Thursday, November 8, 2007
Jakarta - Selama ini tidak ada mekanisme sharing sample virus yang adil dan transparan. Virus yang diserahkan ke WHO, tahu-tahu berpindah ke lembaga riset yang digunakan tanpa seizin pemilik virus.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari usai jumpa pers Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-43 "Rakyat Sehat, Negara Kuat" di Gedung Depkes, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (8/11/2007).
"Tidak ada aturannya, Tuan mengambil untuk apa, digunakan oleh siapa, ke mana. Itu tidak ada. Tidak ada hak untuk mengontrol," ujar Siti.
Virus yang dikirimkan Indonesia (dan beberapa negara berkembang) ke WHO, dengan gampangnya berpindah tangan ke institusi riset di beberapa negara adidaya. Mereka mengambil virus dengan gratis dan diteliti untuk membuat vaksin.
Vaksin ini yang kemudian dijual ke negara-negara pemilik virus (kebanyakan negara berkembang) dengan harga yang mahal.
"Dan ini tidak adil. Virus itu adalah milik bangsa. Tidak seorang pun yang memaksa harus diserahkan kalau memang menyusahkan negara kita. Apapun juga protokolnya, kita adalah negara yang berdaulat," kata Siti.
Untuk itu, lanjutnya, Indonesia akan berjuang mengubah mekanisme sharing sample virus tersebut dalam berbagai pertemuan WHO. Antara lain melalui International Government Meeting (IGM) pada 20 November 2007 di Jakarta.
Pertemuan itu menindaklanjuti pertemuan kelompok kerja World Health Association (WHA) di Jenewa, Swiss pada bulan Mei 2007 lalu. Di forum itu Indonesia menawarkan resolusi yang lebih adil dalam sharing virus di antara negara-negara anggota WHO.
Dalam pertemuan WHA di Jenewa, Indonesia ternyata mendapatkan dukungan 24 negara, tidak hanya negara berkembang tapi juga negara maju, kecuali Amerika Serikat.
Source
Silahkan Beri Komentar Anda Mengenai Berita/Artikel Ini.
Labels: Kesehatan, News, Sosial Politik
0 comments:
Post a Comment